MUHASABAH lembaran amal yaumiyah.
Sebagai orang yang beriman pada Allah dan hari akhir tentunya tidak ingin nganclong, karena tahu bahwa semuanya akan diperhitungkan dan dimintai pertanggungjawabannya.
Karenanya dalam perjalanan ini kita harus memiliki terminal, tempat pemberhentian untuk mengatur segala sesuatu yang terkait dengan perjalanan tersebut.
Umar bin Khattab berkata:
“Hasibu Anfusakum Qabla Antuhasabu, Hisablah Diri Kalian Sebelum Dihisab (oleh Allah).
Dalam surat Al-Mujadalah ayat 6 Allah berfirman:
{ یَوۡمَ یَبۡعَثُهُمُ ٱللَّهُ جَمِیعࣰا فَیُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوۤا۟ۚ أَحۡصَىٰهُ ٱللَّهُ وَنَسُوهُۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ شَهِیدٌ }
“Pada hari itu Allah membangkitkan mereka semua, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya [semua amal] meskipun mereka telah melupakannya. Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), muhasabah adalah bahasa Arab yang berarti introspeksi.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Muhasabah adalah peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya pada diri sendiri.
Arti muhasabah diri adalah salah satu cara membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat.
Maka muhasabah berarti introspeksi atau koreksi diri.
Muhasabah diri dilakukan dengan menyadari kesalahan dan dosa yang telah dilakukan, serta membangun niat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Kita bersyukur, karena melalui tarbiyah, kita bisa melakukan muhasabah setiap pekan yaitu melalui lembaran agenda “amal Yaumiyan” yang seharusnya diisi setiap pekan dan dilaporkan saat kita liqo.
Kemudian pembina akan melakukan evaluasi perjalanan amal yaumian yang telah disepakati itu selama sepekan sebelumnya.
Beberapa waktu terakhir ada seorang senior yang mengatakan, untuk apa sih kita masih ngisi form amal yaumian?
Muhasabah Lembaran Amal Yaumiyah
Kita ini sudah pada tua, biarlah ini menjadi urusan kita masing masing.
Sekilas ungkapan ini benar, karena memang seharusnya amal yaumian kita yang dibimbing via buku kuning itu sudah menjadi habit atau aktivitas kebiasaan yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang sehingga menjadi bagian dari diri kita.
Tetapi nyatanya banyak diantara kita yang sudah mulai berusia tua, amal yaumian tersebut belum menjadi habit.
Dan setelah ditelusuri memang yang bersangkutan amal yaumian nya banyak bolongnya.
Entah puasa sunnahnya, qiyamul lailnya, tilawah yang tidak sampai 1 juz atau tidak membaca wirid ma’tsurat dan atau yang lainnya.
Mungkin karena selama ini pengisian itu dianggap hanya masalah administrasi bukan panduan pembinaan dan tidak dilakukan evaluasi oleh pembimbing atau pembina nya.
Alasan lain mungkin karena lelah dan susah ngatur waktunya karena kesibukan pekerjaannya.
Jadi lembaran (sekarang) google form tentang amal yaumian itu bukan perkara administratif, tetapi lebih pada agenda yang membimbing kita agar ibadah harian tersebut menjadi habit kita dan menjadi muhasabah pekanan.
Tentu kita bersyukur bahwa para senior sudah menjadi biti sebagai habit, tetapi bagi para binaan yang lebih muda jangan diabaikan.
Itu juga harus menjadi habit, karenanya lembaran atau form itu harus tetap diisi dan di muhasabah oleh para pembinanya.
Baca juga: 5 Bentuk Muhasabah, Muslim Harus Tahu
Muhasabah sejatinya tidak hanya perlu dilakukan oleh individu, tetapi juga perlu dilakukan oleh organisasi, perusahaan atau jama’ah.
Mereka biasa melakukan evaluasi akhir tahun untuk dijadikan acuan program dan menjawab tantangan tahun berikutnya.
Dalam skala jamaah, muhasabah perlu dilakukan untuk mengevaluasi perjalanan jamaah atau organisasi, menyadari kekurangan dan kesalahan termasuk kemunduran untuk kemudian dicari solusinya.
Juga tidak kalah pentingnya, bila itu perusahaan atau organisasi publik seperti partai, maka mendengar suara konsumen dan konstituen adalah sangat penting. Agar mereka tidak pindah ke lain hati tentunya.
Muhasabah itu ringan sebenarnya, tetapi berat melaksanakannya.
Karena umumnya kita, manusia, sulit untuk mengakui kekurangan dan kesalahannya meskipun dalam kesendirian.
Salah satunya karena takut kehilangan “kenyamanannya”.
Kita takut bermuhasabah, takut kalau ternyata harus melakukan perubahan. Yang mana setiap perubahan selalu berpotensi merenggut kenyamanan yang sedang dinikmati.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan:
“Mukmin itu yang rajin menghisab dirinya dan ia mengetahui bahwa ia akan berada di hadapan Allah kelak. Sedangkan orang munafik adalah orang yang lalai terhadap dirinya sendiri. Semoga Allah merahmati seorang hamba yang terus mengoreksi dirinya sebelum datang malaikat maut menjemputnya.” (Tarikh Baghdad, 4:148. Lihat A’mal Al-Qulub, hlm. 372).[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah