ChanelMuslim.com – Episode Lelaki Subuh ditulis oleh Rts. Mardiyati Ismail. Kisah seorang muslim di Jerman yang teguh dan istiqomah dengan ibadah dan keimanannya.
“Mba, aku punya temen yang aneh banget lho,” Adikku berkata tiba-tiba memecahkan kesunyian sore itu.
“Hmm,” aku hanya menggumam mendengar pernyataan adikku tanpa melepaskan tatapan mataku dari buku yang sedang kunikmati isinya.
“Bener lho Mba, dia tuh salah satu orang teraneh yang pernah aku jumpai,” lanjutnya lagi.
“Ya, wajar aja lah Dek, orang aneh kayak kamu, pasti temennya juga aneh kan?” Aku hanya menjawab pernyataan Adikku sekenanya, sambil tersenyum menggodanya.
“Mba mau denger nggak sih? ini serius, ntar mba rugi kalo gak mau dengerin aku,” lanjutnya dengan nada sedikit lebih tinggi.
“Ya, kalau kamu merasa dia aneh, jangan dijadiin temen doong, sekarang aja kamu tu dah aneh banget, ntar gaul sama dia, bisa mampus Mba ngadapin kamu,” jawabku sekenanya.
Adik bungsuku itu tidak memperdulikan jawabanku barusan. Melihat aku meletakkan bukuku, dengan muka yang serius dan berkerut dia mulai bercerita.
Seperti biasa, kalau ekspresinya sudah begini, maka, sesibuk apapun aku —dengan terpaksa ataupun dengan kerelaan— aku harus punya waktu untuk mendengarkannya.
Baca Juga: Status Seseorang yang Junub saat Subuh Ramadan
Episode Lelaki Subuh (Bag. 1)
Kebetulan Adikku sedang weekend di kotaku. Dia sedang menyelesaikan studi masternya di salah satu kota di daerah barat Jerman, tetapi saat ini dia sedang melakukan pratikum (kalau di Indonesia setara dengan kerja praktik) di salah satu kota di bagian selatan.
Kebetulan aku tinggal di kota antara barat dan selatan, sehingga dia mampir sebentar sekalian untuk menjengukku.
“Aku kenal dia belum sampai setahun di tempat aku pratikum,” Adikku mulai bertutur.
“Pertama kali aku kenal dengan dia, orangnya sih biasa saja, nothing special. Mungkin karena kita sama-sama dari Indonesia, apalagi sesama muslim. So, akhirnya kita jadi dekat dan akrab,” tuturnya perlahan.
Hmm, tumben pikirku.
Aku sangat kenal tabiat adikku yang satu ini. Dia tidak mudah untuk menyatakan seseorang itu adalah teman dekatnya. Adikku ini dalam bergaul memang teramat sangat jaim dan introvert.
“Tumben, kamu punya temen dekat Dek, yang Mba tahu, temen yang kamu anggap dekat sejak lahir sampai sekarang kamu hidup kan nggak sampai 5 biji, hihi,” kembali aku menggodanya.
“Pasti ada sesuatu yang yang membuat kamu betah dekat dengan dia, bener nggak?” kali ini aku mencoba meraba, gerangan apakah yang membuat adikku ini bisa akrab dengan mahluk yang katanya aneh ini.
“Mba tahu?”
“Ya nggak lah, wong kamunya belum bilang kok, gimana Mba bisa tau?” dengan sengaja aku memotong pembicaraannya.
“Aku benar-benar menyayanginya dengan sepenuh hatiku…” Adikku berkata lembut dengan sorot mata penuh kekaguman.
“What, wie bitte? Barusan kamu bilang apa? Entar dulu, orang yang sedang adek bicarain ini laki apa perempuan sih?” tanyaku bergegas.
“Pffhhh, Mba ini nyebelin banget! Ya cowok lah!” jawabnya ketus.
“Emm, cowok toh,” jawabku ringan sambil tersenyum lebar.
“Ikhwan?” timpalku lagi.
“Hmm, kalo yang Mba maksud adalah lelaki berjenggot dan dengan segala atributnya, mungkin dia nggak termasuk kategori ini deh.”
“So, dia lelaki jenis yang mana?” tanyaku datar.
Baca Juga: Beasiswa Kuliah S2 di Jerman
Lelaki Biasa yang Gaul dan Rajin Shalat
“Susah buat memberi definisinya, yang aku tau kalau dilihat dari luarnya, dia adalah lelaki biasa-biasa saja. Tampangnya dan gaya bicaranya gaul banget.
Tetapi, kalau kita kenal dia lebih jauh, bagiku dia adalah cowok keren, dengan segala makna yang terkandung di dalamnya!” kembali Adikku berkata dengan sorot mata berbinar.
“Tapi tadi katanya dia mahluk aneh? kok sekarang jadi mahluk keren? gak konsisten kamu ah,” kembali aku menggoda Adik bungsuku ini.
Hmm, kalau kata-kata pujian atau kekaguman keluar dari mulut adikku ini, berarti kualitas orang yang sedang dibicarakannya adalah memang bukan sembarangan.
Adikku ini sangat pelit dengan pujian, atau mengakui kekagumannya kepada seseorang. Karena dia punya standar yang cukup tinggi dalam memberikan penilaian.
Bagiku wajar saja, toh dia sendiri adalah kebanggaan di keluarga kami. Dia menyelesaikan S1-nya di jurusan teknik dalam waktu 3,5 tahun dengan predikat cum laude di Institut bergengsi.
Semenjak semester kedua kuliah dia sudah hidup mandiri dengan hasil keringatnya sendiri. Mendapatkan beasiswa top-ten student Indonesia dan penghasilan di sana-sini dengan kepiawaiannya mengajar.
Selain padat dengan jadwal kuliah dan mengajar privat, dia menyempatkan diri pula untuk mengajar mengaji anak-anak di masjid dekat rumah kontrakan kami.
Menghidupkan masjid, mencarikan orang tua asuh bagi anak-anak kurang mampu yang menjadi murid mengajinya, dan bahkan terkadang merangkap menjadi imam dan muazin, bahkan tukang ojek part-time mama kalau pergi ke pengajian.
“Coba Mba tebak ya, dia pasti sholeh? Bener nggak? Trus, pekerja keras. Iya khan? dan, apalagi ya? ah, palingan seputar itulah, gak bakalan jauh-jauh dari situ, iya kan?” Kataku dengan senyum penuh kemenangan. Karena aku yakin sekali, tebakanku kali ini tidak akan meleset jauh.
“Secara umum bener sih. Tapi cara sholehnya itu loh mba, yang gak masuk dalam jangkauan akalku,” jelasnya sambil menerawang jauh.
“Maksudnya? Mba gak ngerti,” tanyaku dengan sedikit rasa penasaran dibenakku.
“Kita sekarang ini bukan sedang di Indonesia Mba. Kalau aku temuin dia di Indonesia, atau di Bandung misalnya, mungkin bagiku sih biasa aja. Tapi, kalau untuk ukuran di sini —di Jerman— hmm berat!” tuturnya sambil menghela nafas.
Aku terdiam sejenak dan mulai menaruh perhatian pada apa yang barusan diucapkan oleh Adikku. Dalam hati aku membenarkan ucapan adikku barusan.
Untuk istiqomah tetap pada aturan Allah disini tidaklah semudah mengucapkannya. Butuh perjuangan dan kesungguhan penuh.
Untuk melakukan ibadah rutin —sholat lima waktu— tidaklah semudah di Indonesia. Belum lagi untuk selalu berhati-hati dalam segala hal, menjaga diri dari makanan haram dan menjaga pandangan misalnya.
Benar-benar butuh azzam.[saad/ind]
bersambung
for my lovely little brother and his friend
Sumber: Eramuslim > Lelaki Shubuh