ARTIKEL ini lanjutan dari Kisah istri Rasulullah yang mengabdi dengan kesetiaan dan keikhlasan. Saudah berbicara dengan Rasulullah, kemudian Rasulullah dengan nada yang masih memendam kesedihan dalam hati, beliau menjawab,
“Siapakah sesudah Khadijah wahai Khaulah?”
Khaulah menyahut, “Engkau bisa memilih gadis ataukah janda.”
Rasulullah bertanya, “Siapakah yang gadis?”
Khaulah menjawab, “Ia adalah putri dari makhluk Allah yang paling
engkau cintai, Aisyah binti Abu Bakar.”
Setelah sejenak diam, Rasulullah kembali bertanya, “Siapakah yang janda?”
Baca juga: Kisah Kegundahan Ibrahim Saat Meninggalkan Hajar dan Ismail
Kisah Istri Rasulullah yang Mengabdi dengan Kesetiaan dan Keikhlasan (2)
Khaulah menjawab, “Ia adalah Saudah binti Zum’ah yang telah beriman kepadamu dan mengikuti agamamu.”
Rasulullah terbayang saat Saudah meninggalkan bumi yang subur tatkala ia mendapat kesempurnaan dan kemewahan hidup serta merasakan ketenangan di atas bumi itu, tetapi kemudian ia pergi menuju negeri asing dan di tengah orang-orang yang tidak ia kenal dan mereka tidak pula mengenalnya. Bahasa mereka bukan bahasa Arab. Agama mereka bukan agama Islam.
Bahkan, sebelum kembali dari perasingan dan menginjak bumi Mekah, suaminya meninggalkan dirinya untuk selamanya. Rasulullah sangat terkesan dengan Saudah, Muhajirah yang menjadi janda itu. Karena itu, begitu Khaulah binti Hakim menyebut nama Saudah, Rasulullah segera mengulurkan tangannya yang pengasih untuk menjadi sandaran bagi Saudah pada masa tuanya serta meringankan kerasnya kehidupan yang ia rasakan. Rasulullah bersabda kepada Khaulah, “Pergilah dan bicaralah kepada Saudah!” Khaulah segera pergi. Ia terlebih dahulu menghampiri kediaman Abu Bakar dan baru kemudian mendatangi rumah Zum’ah.
Tidak lama kemudian, Nabi menikahi Aisyah binti Abu Bakar juga menikahi Saudah yang hidup bersama Rasulullah selama kurang lebih tiga tahun atau lebih, baru kemudian berkumpul dengan Aisyah. Masyarakat Mekah merasa aneh terhadap pernikahan Rasulullah dengan Saudah binti Zum’ah. Mereka pun bertanya dengan penuh keraguan, “Janda tua yang tidak begitu cantik menggantikan junjungan seluruh wanita Quraisy dan tumpuan semua pembesar Quraisy?”
Sejak awal, Saudah mengetahui bahwa Rasulullah-lah yang menikahinya dan beliau bukanlah laki-laki yang dilepaskan dari sifat kemanusiaan karena kenabiannya. Karena itu, Saudah juga tahu bahwa dirinya, atau siapa saja, tidak akan bisa menggantikan Khadijah di hati Rasulullah. Pernikahannya itu tiada lain adalah kebajikan, kasih sayang, dan pelipur lara dari Nabi pembawa rahmat, Muhammad. Namun, itu semua tidak ia hiraukan karena dengan Rasulullah mengangkatnya dalam kedudukan tinggi itu dan menjadikannya sebagai Ummul Mukminin, semua itu sudah cukup baginya.
Saudah merasa bahagia ketika melihat Rasulullah menertawakan dirinya saat berjalan-karena tubuhnya sangat gemuk atau kadang beliau juga merasa damai karena keriangan Saudah dan memuji sedikit kata-katanya. Suatu ketika, Saudah berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, tadi malam aku shalat di belakangmu. Selanjutnya, engkau membawaku ruku’ hingga aku memegang hidungku karena khawatir jika sampai darah menetes darinya.”el Rasulullah tersemyum lebar karena kata-kata Saudah tersebut.
Sumber: Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam – Dr. Bassam Muhammad Hamami
[Vn]