KASUS bayi tertukar di sebuah rumah sakit di Kabupaten Bogor terkuak baru-baru ini di media sosial. Sang ibu bayi melaporkan insiden tersebut kepada pihak RS dan kasus ini tengah masuk dalam penyelidikan kepolisian.
Insiden bermula dari laporan Siti Maulia (37) kepada pihak RS Sentosa, Kemang, Kabupaten Bogor yaitu 11 bulan sejak ia melahirkan secara caesar pada 18 Juli 2022 lalu.
Siti mengatakan bahwa ia menemui keanehan pada sang bayi laki-laki yang dibawanya pulang, mulai dari hari kedua melahirkan, gelang bayi dengan nama yang berbeda, serta perasaan aneh saat menyusui.
Mengikuti saran RS, Siti dan suami, M. Thabrani (52) pun melakukan tes DNA terhadap anak keempatnya tersebut.
Hasil tes DNA menunjukkan bahwa bayi laki-laki tersebut bukanlah anak kandung Siti dan suami.
Pihak RS mengakui bahwa insiden bayi tertukar memang terjadi dan berusaha melakukan mediasi antara kedua orang tua bayi yang dilahirkan pada hari yang sama itu.
Namun, pihak orangtua bayi laki-laki lain menolak untuk melakukan tes DNA dengan alasan belum siap menerima kenyataan tersebut.
Baca juga: Jelang Ramadan, Pengacara Dini Eka Putri Bagi Bunga dan Kurma untuk Peziarah
Kasus Bayi Tertukar di Bogor, Ini Tanggapan Pakar Hukum Dini Eka Putri
Pakar Hukum Dini Eka Putri, S.H., M.H. mengatakan bahwa dari kejadian ini, pihak RS dapat melakukan evaluasi menyeluruh terkait SOP, khususnya dalam proses persalinan.
“Adanya bayi yang tertukar karena kelalaian dari pihak RS seharusnya menjadi evaluasi secara ketat mengenai SOP, khususnya dalam proses persalinan,” ujar Dini kepada ChanelMuslim.com, Rabu (16/8/2023).
Dari segi perundang-undangan, Advokat dari Trust Law Office itu menjelaskan bahwa setiap anak memiliki hak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri.
“Dalam undang-undang perlindungan anak, ada pasal tentang setiap anak, termasuk bayi, memiliki hak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri,” jelas anggota Dewan Pakar PKS Bogor itu.
Di sisi lain, ada sanksi tegas bagi petugas kesehatan yang karena kelalaiannya menghilangkan identitas seseorang.
“Kalau dari sisi pidananya itu masuk pasal 277 KUHP tentang menghilangkan identitas seseorang,” tambahnya.
Selain sanksi pidana, bagi perawat yang terbukti melakukan kesalahan, berdasarkan undang-undang kesehatan, pihak rumah sakit wajib memberikan sanksi administratif kepada perawat tersebut.
“Yang jelas, sanksi adminstratif dari pihak RS ke oknum perawat tersebut merujuk ke UU Kesehatan Nomor 24 yang akan dikenakan oleh RS ke perawat maternitas tersebut,” tegas Dini.
Sebagai seorang ibu, Dini juga mengimbau kepada masyarakat untuk berempati kepada semua pihak.
“Kasih empati dulu ke ibu tersebut karena secara hukum, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan kita tidak boleh menghakimi atau menyalahkan pihak manapun,” tambah Dini yang mencalonkan diri sebagai Aleg DPRD Kabupaten Bogor Dapil 2 itu.[ind]