STOP kebohongan, apalagi sebagai pemimpin. Salah satu kebohongan terbesar yang pernah dilakukan manusia sepanjang sejarah adalah kebohongan tentang adanya senjata pemusnah masal di Irak, yang kemudian dijadikan legitimasi tentara Amerika dan sekutunya untuk menyerang Irak.
Hasilnya, senjata pemusnah masal itu tak pernah ditemukan. Namun setidaknya setengah juta warga sipil menjadi korban serangan selama tahun 2003-2011.
Data itu dirilis resmi oleh tim peneliti dari Amerika Serikat, Kanada, dan Irak
Perhitungan didasarkan survei secara acak atas 2.000 rumah tangga di 18 provinsi pada periode Mei hingga Juli 2011. Jumlah riilnya bisa jadi berlipat dari angka resmi yang dikeluarkan.
Organisasi Migrasi Internasional (IOM) memperkirakan pada tahun 2006-2010 sebanyak 1,6 juta warga Irak mengungsi. Jumlah itu sekitar 5,5% dari total penduduk Irak.
Sementara itu, sedikitnya 37 juta warga telantar di negerinya sendiri. Didera perang, kelaparan, penyakit dan kemiskinan akut.
Berapa biaya yang dikeluarkan Amerika untuk menghancurkan Irak?
Badan Riset Kongres Amerika Serikat memperkirakan negara itu menghabiskan hampir 802 miliar USD untuk mendanai perang Irak hingga tahun keuangan 2011.
Namun pemenang Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, dan akademisi dari Universitas Harvard, Linda Bilmes, mendapatkan perhitungan jumlahnya jauh lebih besar, yakni 3 triliun USD.
Sebuah kebohongan yang menyebabkan kerusakan tak terperikan hingga hari ini!
Baca Juga: Bohong Itu Hina bagi Masyarakat Jahiliah
Stop Kebohongan Apalagi Sebagai Pemimpin
Mengapa manusia suka berbohong? Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkapnya.
Penulis buku Journey to the Light, Uttiek M. Panji Astuti dalam artikelnya berjudul Candu Kebohongan mengungkap penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience.
Penelitian itu menunjukkan bagaimana manusia tak cukup melakukan kebohongan hanya satu kali.
Dalam penelitian tersebut, para ahli melihat dan menganalisis otak seseorang yang sedang berbohong.
Penelitian itu melibatkan 80 relawan dengan membuat beberapa skenario dan mengetes tingkat kebohongan masing-masing peserta.
View this post on Instagram
Para peneliti menyatakan, saat seseorang berdusta, maka bagian otak yang paling aktif dan bekerja adalah amigdala.
Amigdala merupakan area otak yang berperan penting dalam mengatur emosi, perilaku, serta motivasi seseorang.
Ketika orang berbohong untuk pertama kalinya, maka amigdala akan menolak perilaku tersebut dengan menimbulkan respon emosi berupa rasa takut dan cemas.
Saat berbohong, tak hanya nurani yang menolak, otak pun memberikan respons perlawanan, yang ditandai dengan perubahan detak jantung yang menjadi lebih cepat, berkeringat, gugup, hingga gemetaran.
Namun, ketika kebohongan pertama berhasil, maka otak justru beradaptasi dengan kebohongan yang dilakukan.
Otak mengira bahwa tidak masalah jika berbohong dan lama kelamaan tidak ada lagi perubahan fungsi tubuh ketika berbohong. Alias, kebohongan bisa menjadi candu.
Kebiasaan berbohong terus menerus bisa jadi tanda adanya gangguan mental yang disebut mythomania.
Penelitian juga membuktikan bahwa kebiasaan berbohong memicu berbagai masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, obesitas, gangguan kecemasan, depresi, bahkan kanker.
Islam secara tegas melarang umatnya berbohong, sebagaimana tercantum dalam QS Al Baqarah: 42,
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan atau (janganlah kamu) menyembunyikan kebenaran sedang kamu mengetahuinya.”
Tak hanya satu, namun banyak ayat yang melarang adanya kebohongan, seperti QS Al Baqarah: 10; QS Al Munafiqy: 1; QS Al Ghaafir:28; QS Az Zumar: 3; QS An Nuur: 7.
Stop kebohongan, apalagi sebagai pemimpin![ind]