ANTA ma’a man ahbabta. Kalian (akan dibangkitkan di hari kiamat) bersama dengan orang yang kalian cintai. (HR. Bukhari Muslim)
Orang Inggris mengartikan idola sebagai sesuatu yang paling dicintai melampaui apa pun. Bahkan sampai pada pemujaan.
Kata pemujaan identik dengan berhala. Hal ini karena memuja sesuatu karena atas dasar ridha dan cinta berarti menjadikan sesuatu itu sebagai berhala selain Allah.
Awal Mula Berhala
Awal mula orang menyembah berhala bukan karena mereka menganggap berhala sebagai tuhan. Tapi karena mereka terlalu memuja sosok idola.
Hal tersebut terjadi di masa Nabi Nuh alaihissalam. Inilah masa pertama orang menyembah berhala.
Di masa itu, ada lima orang yang menjadi sosok idola. Lima orang itu bernama Wadd, Suwa, Yuguts, Ya’uq, dan Nasr. Orang-orang itu dipuja-puja secara turun temurun. Mereka orang yang sangat sholeh, berjasa, sangat baik, pahlawan, dan seterusnya.
Untuk menghormati kelimanya, dibuatkanlah patung-patung mereka. Kelima patung itu terus tegak berdiri sementara generasi mulai berganti.
Nah, generasi selanjutnya itulah yang akhirnya menjadikan lima orang idola itu sebagai berhala yang disembah.
Anta Ma’a Man Ahbabta
Islam meluruskan tentang apa yang patut diidolakan. Bahwa yang patut diidolakan adalah Rasulullah, serta orang-orang yang hebat dalam mengidolakan RasulNya. Di antara mereka ada sahabat, ulama, dan seterusnya.
Tentu mengidolakan Rasulullah tidak berarti jatuh pada penyembahan kepada Rasul. Ada batasan sejauh mana mengidolakan Rasulullah.
Hal ini karena pernah terjadi seorang Rasul sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang dipuja-puja sedemikian rupa sehingga menjadikannya sebagai tuhan yang disembah.
Rasulullah diajarkan Allah subhanahu wata’ala dengan kalimat bahwa saya seorang manusia seperti kalian yang diberikan wahyu oleh Allah. Karena itu, jangan sampai menjadikan Rasulullah sebagai tuhan yang disembah.
Ketika Rasulullah dikabarkan wafat, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengamuk. Ia seperti tak mau menerima kabar itu. Hal itu karena cintanya kepada Rasul.
Tapi ketika Umar bertemu dengan Abu Bakar asshiddiq radhiyallahu ‘anhuma, Abu Bakar mengucapkan kalimat yang begitu menyentak Umar.
“Siapa yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa beliau sudah wafat. Dan siapa yang menyembah Allah, Allah Maha hidup dan tidak pernah mati.”
Cintai Rasul dan ikuti Rasul. Itulah batasan idola yang ditujukan kepada Rasulullah. Tanpa mencintai dan mengikuti, segala pujaan kepada Rasulullah seperti tak memiliki arti.
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan. Ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah kapan hari kiamat.
Rasulullah balik bertanya, memangnya persiapan apa yang sudah kamu lakukan.
Sahabat itu menjawab, Aku tidak menyiapkan shalat yang banyak, puasa yang banyak, tapi aku mencintai Allah dan RasulNya melebihi apa pun.
Rasulullah pun mengatakan, “Anta ma’a man ahbabta.” Engkau (akan dibangkitkan di hari kiamat) bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi, hati-hati memilih idola. Karena kelak di hari kiamat, kita akan dibangkitkan bersama mereka yang menjadi idola kita. [Mh]