PEJABAT mundur karena gagal menjalani amanah memang seharusnya ditunjukkan oleh para pemangku kepentingan.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Inggris, Liz Truss mengumumkan pengunduran diri sebagai perdana menteri Inggris pada Kamis (20/10).
Berbicara di luar pintu kantor Downing Street saat mengumumkan pengunduran diri, Truss menerima telah kehilangan kepercayaan dan mengatakan akan mundur pekan depan.
Masa jabatan singkat Truss sebagai perdana menteri selama 45 hari telah mengalahkan rekor George Canning. Canning memegang peran itu selama 119 hari ketika meninggal pada 1827. [Republika, 21/10]
Penulis buku Journey to the Light, Uttie M. Panji Astuti menulis, Truss bukan orang pertama yang mundur dari jabatannya di Inggris.
Sebelumnya tercatat, Estelle Morris yang baru 1 tahun menjabat sebagai Secretary of State for Education and Skills di bawah kepemimpinan PM Tony Blair mundur.
Ia mundur karena merasa gagal mencapai target literasi di Inggris yang dicanangkannya.
Dalam akun IG-nya @uttiek.herlambang, pada (21/10/22), di negara lain ada Chiu Wen-ta yang menyatakan mundur dari posisinya sebagai menteri kesehatan di Taiwan.
Kemunduran dirinya karena skandal minyak untuk makanan yang terkontaminasi.
Lalu, ada Wali Kota Bucharest, Cristian Popescu Piedone yang mundur akibat kejadian kebakaran di sebuah café di kotanya yang menewaskan lebih dari 30 orang.
Budaya mundur bagi pejabat publik karena gagal mengemban tugas nyaris tak pernah terjadi di negeri tercinta. Barangkali ada, satu atau dua, namun saking sedikitnya sehingga tak terdengar bunyinya.
Yang terbaru adalah tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 134 orang. Tak ada satu pun pejabat yang rela hati dengan inisiatifnya sendiri mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Baca Juga: Sikap Abu Dzar kepada Para Pejabat
Pejabat Mundur karena Gagal
View this post on Instagram
Padahal dalam sejarahnya, para alim terdahulu telah menyontohkan bagaimana harusnya bersikap atas sebuah jabatan.
Yang paling masyhur adalah kisah Imam Hanafi yang berulang menolak jabatan yang ditawarkan Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur.
Penolakan itu membuatnya harus menerima hukuman cambuk 100 kali. Bukannya jera, ketika tawaran jabatan qadhi itu datang kembali, lagi-lagi ditolaknya hingga berbuah penjara.
Tak kurang akal, Sang Khalifah meminta ibunda Imam Hanafi untuk ikut membujuk anaknya supaya mau menerima jabatan itu.
Namun bujukan ibundanya pun tak mempan. Dengan sopan, Sang Imam tetap menolak permintaan itu.
Jabatan adalah amanah yang berat pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Budaya maju tak gentar mempertahankan jabatan, sungguhlah sangat memalukan![ind]