KEMISKINAN untuk sebagian orang bisa mendekatkannya kepada kekufuran. Antara lain, buruk sangka dengan Allah dalam hal rezeki.
Hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, Abu Nuaim, dan lainnya ini memang dinilai sebagian ulama hadis sebagai hadis lemah.
Namun, ada pelajaran yang bisa dipetik. Yaitu, ujian kemiskinan bisa menjadikan orang seperti ‘berontak’ dengan Keadilan Allah subhanahu wata’ala. Tentu karena mereka kurang sabar menghadapi ujian keuangan ini.
Di salah satu daerah mayoritas muslim di India ada sebuah pasar rakyat yang cukup unik. Namanya Choor Bazaar.
Pasar ini hanya ada di akhir pekan atau saat liburan. Pedagangnya merupakan penjual dadakan yang menggelar dagangan hanya dengan tikar atau lapak seadanya. Tanpa tenda atau atap apa pun.
Mereka memanfaatkan tanah kosong seluas ribuan meter yang ada di pusat keramaian. Banyak barang yang dijual. Mulai dari baju, tas, sepatu, ponsel dan aksesorisnya, dan masih banyak lagi.
Yang menarik dari pasar dadakan ini bukan pada barang yang dijual atau tampilannya. Tapi dari namanya. Choor bazaar artinya pasar pencuri.
Apakah disebut pasar pencuri karena barang yang dijualnya sebagai barang hasil curian? Ada benarnya, ada juga tidak.
Tapi, para konsumen yang datang belanja ke sana selalu meletakkan tas-tas yang mereka bawa pada bagian depan tubuhnya. Alasannya? Karena di tempat itu sangat rawan pencurian atau pencopetan.
Meskipun dengan tingkat kewaspadaan tinggi seperti itu, pasar ini selalu ramai pengunjung. Mungkin karena harga barang yang dijualnya sangat murah.
Kalau lengah, para pengunjung bukan malah mendapatkan barang dengan harga murah, tapi justru kehilangan barang berharga yang dibawanya. Seperti hape, dompet, uang, dan lainnya.
Bukankah sebagian besar yang menjual dan membeli beragama Islam, kenapa bisa berlangsung hal yang memprihatinkan seperti itu? Jawaban sederhananya, karena umumnya mereka miskin.
Jawaban ini tentu tidak menyamaratakan bahwa semua orang miskin berpotensi melakukan keburukan. Sebagaimana, tidak bisa juga menyamaratakan bahwa semua orang kaya melakukan kebaikan.
Buktinya, para koruptor negeri ini semuanya bukan orang miskin. Melainkan orang-orang kaya yang miskin akhlak.
Mungkin karena mayoritas, orang miskin yang melakukan keburukan menjadi mudah dijumpai dan akrab dalam keseharian kita.
Selain itu, orang miskin sulit mendapatkan pendidikan yang memadai. Salah satu akibatnya, mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak.
Di sisi lain, kebutuhan hidup tidak mengenal status sosial seseorang. Kalau mau makan harus dengan uang. Mau sehat, juga dengan uang, dan lainnya.
Lalu, bagaimana jika kebutuhan hidup selalu ada, tapi uangnya tidak selalu ada. Nah, di sinilah potensi kekufuran bisa terjadi yang boleh jadi tidak dirasakan oleh orang kaya.
Semoga iman kita selalu mengajarkan hati tentang bagaimana cara bersabar dan istiqamah. Tidak lantas menjual barang curian atau membelinya karena terbuai dengan harga murah. [Mh]