KONFLIK rumah tangga itu biasa. Suami manusia, istri pun manusia. Siapa pun keduanya, tidak luput dari salah dan khilaf.
Meski dengan tujuan meraih bahagia, rumah tangga tidak selalu berjalan normal. Ada kalanya terjadi konflik yang mengusik bahagia suami istri.
Tiga langkah berikut ini diharapkan bisa menjadikan konflik rumah tangga berakhir baik. Yaitu:
Satu, Jangan Reaktif Menyikapi Konflik.
Aksi dan reaksi dalam interaksi itu biasa. Begitu pun dalam hubungan suami istri. Boleh dibilang, inilah interaksi terlama dua manusia seumur hidupnya selain hubungan anak dan orang tua.
Yang harus disikapi dalam konflik adalah tidak reaktif dengan sebab yang muncul. Reaktif artinya menyikapi dengan emosional dan tanpa endapan nalar yang sehat.
Jadi, coba endapkan sejenak sebab yang muncul. Kalau perlu, menjauh untuk sementara. Misalnya, sehari atau semalam.
Setelah emosi stabil dan nalar mulai dominan melampaui emosi, paksakan untuk bicara empat mata. Momen ini bukan untuk mengadili siapa yang salah, tapi untuk mendudukkan masalah secara jernih.
Dua, Jangan Sungkan untuk Mengungkapkan Masalah.
Hubungan suami istri itu bukan hubungan seperti raja dan bawahan. Meskipun suami sebagai pemimpin untuk keluarga termasuk istri.
Hal ini karena pernikahan sebagai perpindahan perwalian seorang wanita dari ayah kepada suami. Perwalian artinya mengayomi, mengarahkan, menanggung beban tanggung jawab, dan lainnya.
Mungkin lebih tepatnya jika hubungan suami istri sebagai hubungan kemitraan. Yaitu hubungan saling kerja sama antara seorang pria dan wanita dalam membangun rumah tangga, meskipun suami sebagai pengambil keputusan.
Jadi, ada ruang-ruang diskusi antara suami dan istri. Baik terhadap apa yang direncanakan, tentang keberhasilan, termasuk juga kegagalan.
Ruang-ruang diskusi atau bertukar pikiran ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pihak yang dipastikan lebih pintar atau mumpuni dari pihak lainnya.
Mungkin saja suami lebih piawai mencari uang, tapi ia begitu lugu soal dapur dan mengurus anak. Dengan kata lain, dialog akan mengayakan solusi yang diinginkan.
Terlebih lagi tentang hubungan intim suami istri. Kelancaran hubungan ini tidak mungkin berjalan satu arah. Karena itu, jangan sungkan untuk dibicarakan.
Tiga, Libatkan Pihak Ketiga Jika Dialog Buntu.
Ketika semua jalan dirasakan buntu, suami istri bisa menyertakan pihak ketiga untuk ikut campur menyelesaikan konflik keduanya.
Tentu pihak ketiga itu bukan orang sembarangan. Melainkan, orang yang dituakan, bijaksana, memahami persoalan keadaan pribadi keduanya, dan mampu memberikan solusi.
Boleh jadi pihak ketiga itu adalah kedua orang tua suami istri, bisa juga ustaz atau tokoh yang bisa dipercaya, bahkan mungkin teman dekat yang amanah.
Pihak ketiga ini bisa lebih dari satu orang. Hal ini bisa sebagai perwakilan dari istri dan dari suami. Tentu mereka yang mampu mengurai masalah secara jernih, bukan justru memperkeruh.
Jadi, jangan buru-buru mengambil kesimpulan negatif terhadap konflik suami istri. Tiga langkah di atas boleh jadi bisa menjadi pilihan. [Mh]