AIB adalah apa yang buruk tentang kita. Tutup aib serapat-rapatnya, dan jangan sebaliknya.
Tak ada manusia tanpa cela. Ada cela fisik, cela akhlak, dan lainnya. Itulah aib tentang diri kita.
Islam mengajarkan agar umatnya menutup aib diri masing-masing. Begitu pun aib keluarga, dan aib umat Islam seluruhnya.
Nabi mengajarkan, siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya. Dan begitu pun sebaliknya, siapa yang membuka aib saudaranya, Allah akan membuka aib dirinya.
Kesadaran menutup aib berasal dari kesadaran bahwa diri sendiri banyak aibnya. Ia merasa malu kalau aibnya terlihat orang lain.
Sementara orang yang tidak paham tentang aibnya, ia akan membuka aibnya tanpa beban.
Pernah dikisahkan, Imam Malik sedang duduk berselonjor di hadapan murid-muridnya. Tiba-tiba datang seseorang dengan jubah bernuansa kebesaran layaknya seorang ulama atau pejabat negara.
Serta merta, Imam Malik melipat kakinya seolah menunjukkan rasa hormat kepada orang itu.
Tapi tak lama, orang itu mengatakan, “Bagaimana pendapat Anda tentang shalat ketika kita berada di bulan?”
Imam Malik terkejut dengan ucapan orang itu. Tiba-tiba, Imam Malik kembali menselonjorkan kakinya.
Artinya, tanpa sadar, orang yang dikira pandai atau bijaksana tersebut telah memperlihatkan aibnya. Yaitu, aib tentang kebodohannya.
Kalau tidak bodoh, ngapain bertanya tentang shalat di bulan. Waktu itu sekitar tahun 750 masehi. Belum pernah ada orang singgah ke bulan. Bahkan kepikiran pun mungkin belum.
Jangan pula asal bicara tentang diri dan keluarga. Misalnya tentang diri sendiri yang biasa bangun pagi kesiangan. Tentang diri yang malas mandi pagi. Dan lainnya.
Apa penting dan manfaatnya pembicarakan tentang aib diri sendiri seperti ini. Itu bukan prestasi yang patut untuk dibanggakan ke orang lain. Tapi tentang keburukan yang mesti ditutup rapat.
Kecuali, terhadap seseorang yang bisa dipercaya bisa memberikan solusi. Bukan asal bicara atau lebih buruk lagi dengan maksud membanggakan.
Tampillah seideal mungkin di hadapan orang lain. Ideal dalam arti sesuai syariat Islam. Bukan dengan maksud ingin dipuji. Bukan pula karena ingin mencari sensasi. Tapi, karena berusaha untuk menutup aib diri.
Dan berikutnya, jangan membuka aib orang lain. Terlebih lagi orang lain itu adalah keluarga atau saudara seiman.
Sibukkanlah dengan begitu banyaknya aib tentang diri sendiri. Hal ini agar kita tidak sempat mengungkit dan membahas aib orang lain.
Jadilah orang yang terbiasa menceritakan kelebihan atau kebaikan orang lain. Dan selalu berusaha keras untuk menutup aib mereka.
Jangan juga buka aib masa lalu diri kita karena boleh jadi Allah sudah memaafkan dan menutupnya. [Mh]