PUBLIK di Jakarta dihebohkan dengan kemunculan warung padang Babiambo. Babiambo artinya babi aku.
Akhir pekan ini publik dihebohkan dengan kasus kemunculan warung padang Babiambo. Nama ‘babiambo’ merujuk pada daging babi yang menjadi bahan dasar olahan masakan padang, khususnya rendang.
Kasus ini sangat sensitif. Hal ini karena berkaitan dengan SARA, khususnya warga Minang yang seratus persen beragama Islam. Bagaimana mungkin ada warung padang dengan olahan daging babi.
Polisi pun cepat mengambil tindakan. Aparat langsung mendatangi lokasi alamat warung padang yang tertera pada publikasi di media sosial. Alamatnya di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara.
Setelah melakukan penyelidikan, ditemukan fakta bahwa alamat itu bukan berupa warung padang seperti umumnya. Melainkan sebuah rumah tempat tinggal.
Pemilik rumah, menurut keterangan polisi, mengakui bahwa ia pernah dagang olahan kuliner khas padang dengan bahan daging babi. Tapi, hal itu ia lakukan dua tahun lalu atau pada 2020. Dan itu pun hanya berjalan tiga bulan.
Ia mengaku bahwa usaha itu semata-mata untuk terobosan bisnis kuliner ke kalangan tertentu dengan olahan khas masakan padang. Itu pun ia lakukan secara online, bukan membuka restoran.
Namun begitu, pemilik usaha mengakui kesalahannya. Ia memohon maaf kepada warga Minang karena telah melakukan pencemaran khas kulinernya.
Meski begitu, kepolisian dikabarkan masih akan melakukan pendalaman. Begitu pun dengan Pemprov DKI yang merasa kecolongan.
Pertanyaannya, kenapa kasus ini baru heboh sekarang, atau setelah dua tahun bisnis itu tak lagi beroperasi.
Siapa pun paham betul bahwa kasus SARA itu sangat sensitif. Salah-salah, bisa memunculkan konflik sosial di masyarakat.
Adakah pihak lain yang boleh jadi sengaja “menggoreng” kasus ini untuk, apalagi, kalau bukan pengalihan isu.
Kehebohan ini hanya berselang beberapa hari setelah heboh kasus ‘pesta bikini’ di Depok. Juga berselang beberapa hari setelah heboh deklarasi Anies Baswedan oleh FPI palsu. Begitu pun dengan kasus pawai ‘khilafah’.
Umat Islam khususnya warga Minang ada baiknya menahan diri menyikapi kasus ini. Tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh. Atau, sengaja mengeruhkan ‘air’ agar keadaan aslinya bisa teralihkan. [Mh]