PENGANTIN baru memang selalu serba baru. Termasuk juga dunia baru yang sebelumnya serba sendiri.
Namanya juga pengantin baru. Segalanya menjadi seperti serba baru. Kamar baru, keluarga baru, lingkungan baru, penampilan baru, dan tentu saja “teman” hidup baru.
Baik yang sudah kenal lama apalagi yang baru, adaptasi menjadi kemestian. Ada adaptasi yang alami, ada juga yang direncanakan. Dari yang direncanakan ini, diharapkan agar pengantin baru bisa lebih cepat saling adaptasi.
Tiga langkah berikut ini semoga bisa menjadi masukan. Yaitu:
Satu, Luangkan Waktu untuk “Pacaran”.
Tidak semua pengantin sudah saling kenal lama. Banyak juga yang justru baru kenal dua hingga tiga bulan belakangan. Itu pun sebatas formalitas berupa data pribadi, foto, dan pertemuan singkat.
Ketika acara pernikahan usai, ada baiknya masing-masing pihak memaksakan diri untuk meluangkan waktu seluas-luasnya. Untuk apa? Untuk “pacaran”.
Hal ini karena hubungan suami istri bukan sekadar karena dorongan biologis seperti seksual, tapi juga hubungan hati dan jiwa.
“Pacaran” yang dimaksud adalah ngobrol berduaan, saling “presentasi” latar kehidupan masing-masing, dan lainnya. Tentu dengan suasana romantis.
Kalau mereka yang kurang memahami Islam pacarannya sebelum menikah, yang ini pacarannya setelah menikah. Insya Allah, pacaran yang ini jauh lebih romantis dan lebih berkah.
Dua, Kunjungi Keluarga Besar.
Setelah menikah, ada pihak-pihak yang ingin kenal lebih jauh tentang anggota keluarga baru mereka. Misalnya paman dan bibi yang ingin kenal ponakan, kakak yang ingin kenal adik ipar, dan seterusnya.
Mengunjungi mereka adalah bentuk lain dari mengenalkan diri lebih dekat lagi buat mereka. Biasanya, akan ada sejumlah cerita-cerita tentang latar belakang pengantin baru itu.
Nah menariknya, di sela-sela obrolan itu, kadang terungkap sisi lain suami atau istri dari pengantin baru yang tidak ditemukan dari interaksi formal.
Misalnya, paman atau bibi menceritakan masa kecil ponakannya yang kini sudah menikah. Termasuk juga “kenakalan” di masa kecilnya. Cerita ini boleh jadi tak bisa didapatkan dari pelakunya.
Ungkapan sisi lain ini tentu bukan untuk membuka aib. Tapi untuk lebih mengakrabkan siapa sosok pasangan hidup kita.
Dari kunjungan-kunjungan itu pula, akan terlihat profil keluarga besar pasangan hidup kita. Mulai dari keramahannya, ketegasannya, bahkan acuh tak acuhnya.
Tiga, Wisata Khusus atau Bulan Madu.
Adaptasi suami istri bisa dipilihkan momen khusus. Yaitu momen di mana masing-masing pihak boleh jadi akan terlihat lebih jelas sisi “dalam”nya. Seperti, sifat aslinya, keadaan fisiknya, kecenderungan atau hobinya, dan lain-lain.
Salah satu momen adaptasi yang direncanakan ini antara lain dalam bentuk wisata khusus pasangan baru. Biasanya disebut bulan madu.
Bulan madu tak mesti butuh biaya besar. Banyak wisata-wisata yang sederhana tapi mampu memberikan suasana yang romantis dan menyenangkan. Antara lain, kunjungan ke rumah kerabat di luar kota, mungkin juga dalam bentuk kemping khusus berdua.
Jika masih merasa sebagai pengantin baru, jangan sia-siakan momen indah itu. Manfaatkan untuk melakukan adaptasi agar dua hati bisa lebih cepat serasi. [Mh]