ChanelMuslim.com- Ibadah Ramadan harus berkualitas. Karena dengan begitu pahala bisa berlipat. Yuk, ukur kualitas Ramadan kita dengan cara ini.
Semua kita tentu menginginkan ibadah Ramadannya berkualitas. Mulai dari puasanya, ibadah shalatnya, bacaan Al-Qur’annya, dan lain-lain.
Namun begitu, tidak semua bisa mengukur apakah ibadah Ramadan kita kali ini berkualitas, atau jangan-jangan hanya numpang lewat saja. Begini caranya…
Pertama, rasakan apakah Anda senang Ramadan datang, atau sebaliknya.
Ucapan bisa saja bilang senang dengan kedatangan Bulan Ramadan. Tapi, belum tentu di hati.
Kini, coba rasakan secara jujur apakah sebenarnya yang Anda rasakan. Apakah memang Anda benar-benar senang dan bahagia Ramadan datang, atau ada rasa berat yang tersembunyi. Misalnya, “Waduh, berat juga nih kalau puasa!”
Orang yang senang kedatangan seseorang, akan begitu antusias menyambutnya. Misalnya, diberikan jamuan yang istimewa dan dengan busana yang paling baik.
Sebaliknya, jangankan jamuan dan busana yang istimewa, merasakan kehadirannya saja sudah malas sekali. Nah, seperti apa yang Anda rasakan tentang Ramadan saat ini.
Kedua, mana yang Anda hitung: Ramadan sudah berapa hari atau Lebaran masih berapa hari?
Satu dari dua pertanyaan sederhana kadang muncul dari alam bawah sadar. Yaitu, Ramadan masih berapa hari ya, atau Lebaran masih berapa hari lagi?
Dua pertanyaan itu mirip tapi memiliki nilai yang berbeda. Kalau yang pertama, ada gairah untuk tetap bersama Ramadan. Ia tidak ingin hari dalam Ramadan berlalu begitu saja.
Sementara pada pertanyaan kedua, yang lebih banyak dipikirkan adalah Lebaran. Di sisi lain, Ramadan terasa seperti penghalang kebahagiaan untuk sampai ke Lebaran.
Nah, mana pertanyaan alam bawah sadar Anda: apakah tentang Ramadannya, atau tentang Lebarannya.
Ketiga, apa yang kerap Anda bayangkan tentang malam di bulan Ramadan.
Ada perbedaan antara yang enjoy dengan Ramadan dan yang terbebani dengan Ramadan. Yang enjoy dengan Ramadan akan membayangkan malamnya untuk memburu pahal. Seperti qiyamul lail, tilawah Qur’an, dan lainnya.
Sementara yang terbebani, akan membayangkan yang lain tentang malam Ramadan. Yaitu, bisa puas makan dan minum, bisa bebas ngapain aja, dan seterusnya.
Generasi sahabat Nabi dan para salafus soleh, begitu antusias saat malam di bulan Ramadan datang. Mereka bersegera ke masjid untuk “memburu” pahala dalam shalat.
Itu pun dirasakan belum cukup. Sepulang dari masjid, mereka meneruskan lagi dengan qiyamul lail di rumah masing-masing.
Nah, mana yang Anda rasakan dari dua keadaan di atas: ingin melakukan banyak ibadah, atau ingin bebas bisa makan dan minum sepuasnya. [Mh]