JANGAN lupakan Allah. Karena itu bisa menjadikan seseorang lupa siapa dirinya.
Begitu banyak orang yang pernah dekat dengan Allah. Pernah akrab dengan Allah. Tapi karena sesuatu hal, dekat dan akrabnya perlahan sirna. Dan, ia pun akhirnya lupa dengan Allah.
Pertanyaannya, apakah sesuatu hal itu? Apa yang bisa menjadikan orang yang pernah dekat dan akrab dengan Allah akhirnya lupa dan jauh.
Pertama, karena ada ‘mainan’ baru yang lebih menarik. ‘Mainan’ menunjukkan sesuatu yang tidak penting untuk akhirat.
Misalnya, seseorang yang sebelumnya miskin tapi begitu taat ibadah. Manakala miskinnya tergantikan dengan kemapanan, ia pun lupa dengan Allah. Meski tidak semua orang begitu.
Setidaknya apa yang pernah terjadi di generasi para sahabat Nabi bisa menjadi pelajaran. Para sahabat ketika bersama Nabi, mereka begitu dekat dengan Allah. Tapi ketika berlalu masa kenabian, sebagian mereka pun tergoda dengan hal lain.
Hanya berselang beberapa bulan saja setelah kematian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ada sebagian umat Islam yang tidak mau membayar zakat. Padahal, sebagian mereka pernah berjumpa dengan Nabi dan bersama Nabi dalam jihad fi sabilillah.
Begitu pun ketika usai masa khulafaur rasyidin, tiba-tiba muncul kepentingan kekuasaan yang melampaui misi dakwah. Padahal, mereka belajar pada Nabi bahwa kekuasaan hanya wasilah atau sarana untuk memperlancar dakwah dan ibadah.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menegur ‘Amru bin ‘Ash ketika yang bersangkutan menjabat Gubernur Mesir. Tegurannya begitu unik: sebuah tulang yang digores dengan pedang.
Teguran simbolik itu begitu dahsyat dirasakan ‘Amru bin Ash. Beliau pun merasakan bahwa Umar sedang mengingatkannya agar tak lupa dengan Allah dan kematian.
‘Mainan’ baru itu bisa berwujud harta dan jabatan yang mampu menggelincirkan iman orang kaya baru dan para pejabat baru. ‘Mainan’ lainnya masih banyak lagi, misalnya pasangan, anak-anak, dan penggemar.
Hal lain yang bisa melupakan seseorang dengan Allah adalah datang dari luar dirinya. Siapa lagi kalau bukan setan. Sosok inilah yang senantiasa mencari celah agar hamba-hamba Allah bisa lalai dan lupa.
Jika lupa dengan Allah terjadi terus-menerus maka akan menjadikan seseorang menjadi fasik. Ia tidak lagi mampu membedakan mana yang Allah perintahkan dan mana yang dilarang.
Jika kefasikan terus berlanjut, ada sebuah ‘azab’ yang penampakannya begitu mengelabui. Yaitu, apa yang disebut istidraj. Yaitu, sebuah keluasan rezeki di saat seseorang lupa kepada Allah sehingga ia terus terlena dan tidak lagi sempat sadar dan kembali.
Allah berfirman, “Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, “Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.
“Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
Kalau sebagian para sahabat radhiyallahum ajma’in yang mulia saja bisa terjebak dalam lupa dengan Allah, apalagi kita.
Tak ada perintah ibadah dari Allah yang disebut untuk dilakukan sebanyak-banyaknya, kecuali perintah zikir. Karena itu, sebelum ‘mainan’ baru melalaikan kita, sebelum setan menjerumuskan kita, perbanyaklah zikir semampu yang bisa kita lakukan. [Mh]