• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Kamis, 15 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Prof. Syaiful Bakhri: Hukuman Kebiri Tak Diperlukan

Mei 31, 2016
in Berita
67
SHARES
518
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

ChanelMuslim.com—Istilah hukuman kebiri dengan cairan kimia kini tengah ramai jadi perbincangan publik, terutama setelah Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Syaiful Bakhri termasuk pakar yang tak sepakat dengan hukuman kebiri, khususnya bagi pelaku kejahatan seksual.

Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), ini hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual tidak diperlukan, meskipun kejahatan seksual dinilainya memiliki dampak yang sangat fatal bagi masa depan korban, bahkan bisa merusak masa depannya.

Syaiful mengatakan, penyelesaian persoalan kejahatan seksual ini menjadi tugas utama kepolisian. Ia menuturkan, kepolisian harus melakukan penyidikan, mengumpulkan bukti kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan yang sering menimpa kaum hawa dan anak-anak ini.

Dengan kata lain, kata dia, setiap kasus kejahatan seksual harus ditangani dengan serius yang kemudian berlanjut dalam proses peradilan. Menurut Syaiful, hukuman terberat dari proses peradilan adalah hukuman mati dan tidak ada hukuman kebiri.

“Tidak ada hukuman dikebiri, gak ada itu,” tegas Syaiful kepada seperti dikutip Muhammadiyah.or.id, Kamis (12/5/2016). Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, hukuman bagi pelaku kejahatan seksual adalah 10 tahun penjara.Tapi, menurut Syaiful, jeratan maksimal terhadap terpidana maksimal 15 tahun.

Sedangkan jeratan hukuman 20 tahun penjara, sambung Guru Besar Hukum Pidana ini, hasil setelah hukuman bagi pelaku kejahatan seksual diperberat. Dengan artian, jelas dia, terdapat kasus pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan pelaku kejahatan seksual dan akan terkait dengan Undang-Undang KUHP.

“Kalau dia jahat berencana, ya bisa hukum mati kan, kalo buat orang mati,” katanya. Syaiful mengatakan, dalam proses peradilan, hakim yang memutuskan hukuman terhadap pelaku kejahatan.

Perbedaan hukuman di Indonesia, terang Syaiful, dengan di negara lain misalnya di Amerika Serikat, hukuman dikebiri bertujuan untuk memberi efek jera bagi pelaku. Namun, di Indonesia hukuman tersebut tidak diperlukan karena dipandang belum menjadi kasus yang mengkhawatirkan. “Belum mengkhawatirkan, maka hukumnya belum bisa dipake,” kata Syaiful menegaskan.

Sementara itu, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai pemasangan cip kepada pelaku kejahatan seksual seusai menjalani hukuman kebiri kimiawi, salah prioritas. Menurut dia, hukuman mati lebih efektif. “Hukuman mati lebih efektif dibandingkan pemasangan cip,” kata Reza, seperti dikutip ROL, Selasa (31/5).

Reza menjelaskan, ada beberapa alasan pemasangan cip dinilai salah prioritas dan kurang tepat. Pertama, kata dia, berdasarkan studi diketahui tingkat residivisme predator seksual tidak setinggi yang didramatisasi di sejumlah pemberitaan. Bahkan, lanjut Reza, tingkat residivismenya jauh di bawah kejahatan dengan kekerasan nonseksual.

“Ini artinya pelaku kejahatan seksual anak yang pernah diproses hukum sangat kecil melakukan perbuatan serupa jika dibandingkan pelaku kejahatan kekerasan nonseksual,” ujar Reza.

Alasan kedua, kata Reza, dalam Perppu Kebiri, cip dipasangkan kepada predator seksual pada dua tahun pascaselesainya hukuman pokok. Menurut Reza, tingkat residivisime predator seksual justru meninggi seiring pertambahan usianya. “Pemasangan cip tidak akan efektif memantau predator dalam dua tahun masa pemantauan,” katanya. (mr/foto: beritadunia.net)

Previous Post

Mau Tahu tentang Tabir Surya? Di sini Selengkapnya

Next Post

Menuju Aceh Destinasi Halal, Dinas Pariwisata Gelar Pelatihan Bahasa Arab Untuk Pemandu

Next Post

Menuju Aceh Destinasi Halal, Dinas Pariwisata Gelar Pelatihan Bahasa Arab Untuk Pemandu

SMART Ekselensia Indonesia Dompet Dhuafa Wisuda 32 Siswa

Pemerintah Optimis Target Kepuasan Pelayanan Haji 2016 Tercapai

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga