ChanelMuslim.com- Kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz, berserta rombongan pebisnis merupakan harapan baru bagi bangsa Indonesia: ekonomi, politik, pertahanan keamanan, keagamaan, dan pendidikan.
Cukup lama Indonesia tidak dikunjungi pemimpin tertinggi Arab Saudi, sejak 47 tahun lalu. Padahal, hampir semua presiden RI selalu berkunjung ke negeri kota Mekah ini.
Belum lagi dari sektor ekonomi. Negeri kaya minyak ini, selama ini, bisa dibilang paling minim investasi di Indonesia. Data dari Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), sepanjang tahun 2016, jumlah investasi Saudi hanya 900 ribu dolar AS. Dari urutan, investasi Saudi ini berada di urutan ke 57 negara investor ke Indonesia, di bawah Afrika Selatan.
Padahal, dari segi hubungan ideologis, Saudi dan Indonesia diikat dalam persaudaraan keimanan. Tiap tahun, jamaah haji Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia yang datang ke negeri kelahiran Rasulullah saw. ini. Belum lagi jika ditambah jamaah umrah Indonesia yang tidak pernah putus mondar-mandir ke Arab Saudi.
Sementara, angka investasi Saudi ke negara Barat, khususnya Amerika, mencapai 600 milyar dolar Amerika. Belum lagi ke negara-negara Eropa lain.
Dari urutan fakta ini, jelas ada yang tidak beres hubungan Arab Saudi dengan negara-negara muslim, khususnya Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Raja Salman bin Abdul Aziz As-Saud
Ada yang berbeda dari sosok Raja Salman bin Abdul Aziz dibandingkan dengan pendahulunya, Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Sejak dilantik dua tahun lalu (23 Januari 2015), pria kelahiran 31 Desember 1935 ini (81 tahun), sikap keberpihakan terhadap negeri-negeri muslim begitu jelas dan terang.
Hal itu terlihat dari ketegasannya menolong warga Yaman yang dikepung kekuatan Syiah. Hingga kini, pertempuran melawan kepungan militer Syiah di Yaman oleh Saudi masih berlangsung.
Begitu pun dengan warga Suriah yang dibantai habis pemerintahnya yang Syiah. Saudi melalui kebijakan Raja Salman bersedia menampung dan membiayai jutaan warga Suriah yang mengungsi. Bahkan, Saudi membangun aliansi pertahanan dengan Turki untuk membendung kezhaliman pemerintahan Suriah yang dibantu Iran.
Melalui raja yang pernah menjabat menteri pertahanan Arab Saudi selama satu tahun ini pula, mantan Presiden Amerika, Barrack Obama, pernah mengalami kekecewaan terhadap Raja Salman. Pasalnya, kunjungan Barack Obama yang dinilai abai terhadap persoalan Suriah ke Arab Saudi ini, tidak disambut semestinya oleh Raja Salman.
Melalui Raja Salman pula, Amerika di akhir pemerintahan Obama, pernah mengalami goncangan ekonomi luar biasa hingga sekarang. Pasalnya, Raja Salman mengancam akan menarik seluruh investasinya di negara pembela Israel ini. Dikabarkan, separuh atau sekitar 300 milyar dolar Amerika, investasi Saudi ke negara para koboi ini telah ditarik.
Era baru Amerika di bawah kendali Donald Trump saat ini, kian mempertegas keberpihakan yang harus diambil Arab Saudi terhadap Amerika. Dan keberpihakan itu pula, yang mempertemukan Arab Saudi, di bawah kendali Raja Salman, dengan negeri-negeri muslim seperti Indonesia dan Malaysia. Suatu langkah dengan prospek aliansi bisnis dan pertahanan keamanan ke depan yang bernilai ideologis dan strategis di wilayah Asia.
Urgensi Indonesia sebagai Mitra Strategis Saudi
Selain ikatan keislaman yang berada dalam garis Islam Sunni, Indonesia di mata Raja Salman, boleh jadi, merupakan mitra yang sangat strategis, saat ini dan yang akan datang. Dan tentu saja,kepentingan dunia dan akhirat.
Terlebih lagi ketika bisnis minyak Arab Saudi yang terbelit kebijakan dan kontrak raja pendahulunya dengan pebisnis Amerika yang notabene Yahudi, harus ada terobosan baru memberdayakan ratusan milyaran dolar yang ditarik dari Amerika. Salah satunya, investasi ke Indonesia.
Presiden Jokowi memprediksi jumlah investasi yang akan digelontorkan Raja Salman ke Indonesia mencapai 25 milyar dolar Amerika.Suatu jumlah yang belum pernah diberikan oleh negara mana pun, termasuk Singapura dan Jepang yang berada pada urutan ke satu dan dua investor di Indonesia.
Selama ini, nilai investasi Singapura masih jauh dari angka 10 milyar dolar. Data BKPM menunjukkan bahwa investasi sepanjang tahun 2016, Singapura sebesar 4,9 milyar dolar (34,76 persen). Disusul Jepang sebesar 2,9 milyar dolar (20,57 persen), Hongkong sebesar 1,1 milyar dolar (7,85 persen), dan terakhir Cina sebesar 1 milyar dolar (7,20 persen).
Jika memang Raja Salman menyetujui proposal investasi Indonesia sebesar 25 milyar dolar Amerika ini, berarti Saudi mendominasi investasi di Indonesia, atau dua setengah kali lipat dari total investasi empat negara yang selama ini sangat mempengaruhi kebijakan ekonomi, bahkan politik di Indonesia.
Jalinan Bisnis Indonesia Arab Saudi dari Sisi Poleksosbud
Jalinan bisnis antar negara, terlebih menunjukkan nilai besar dalam investasi, akan berpengaruh dalam kebijakan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Termasuk, di Indonesia. Khususnya, dalam jangka menengah dan panjang.
Selama ini, Singapura yang merupakan kepanjangan tangan dari multinasional corporation yang notabene dikuasai Amerika dan sekutu begitu mendominasi kebijakan pemerintah di Indonesia. Presiden terus berganti, tapi pengabaian terhadap peran umat Islam dan syariatnya sangat jauh dari selayaknya.
Begitu pun dengan negara investor di bawah Singapura, khususnya Cina. Secara ekonomi dan sosial budaya, Cina mememiliki hubungan yang cukup lama dengan Indonesia. Data menunjukkan bahwa meski jumlah populasi etnis Tionghoa ini sekitar 6 persenan, tapi akses ekonomi dan sosial politiknya mencapai di atas 80 persenan.
Disinyalir, lobi pengusaha etnis tionghoa di Indonesia begitu strategis. Mereka konon bahkan bisa memilih siapa yang pantas menjadi presiden, dan siapa yang harus diganti.
Belum lagi di jalur media massa. Pengaruh kekuatan etnis tionghoa begitu kuat. Mereka sadar bahwa dengan cara inilah bangsa Indonesia yang mayoritas muslim bisa terus disihir untuk tetap menjadi budak kerakusan mereka.
Hal inilah yang menjadikan bangsa dan negara Indonesia terus berkutat pada eksistensi, dan masih belum mampu menunjukkan produktivitas dan jatidiri sebagai negeri muslim terbesar di dunia. Sebuah jatidiri yang inheren dengan prestasi, akhlak mulia, amanah, adil, religius, dan persaudaraan kebangsaan yang tinggi.
Angin segar yang akan dibawa Raja Salman, tentu, akan mengguncang eksistensi mereka selama ini. Tidak heran jika berbagai manuver untuk membendung mulusnya rencana aliansi Indonesia Arab Saudi ini terus dilakukan. Karena kedepannya, bangsa Indonesia akan menjadi sosok yang di luar keinginan mereka selama ini.
Inilah, insya Allah, pertanda baik masa depan bangsa Indonesia. Raksasa negeri muslim yang harusnya sudah maju sejak puluhan tahun lalu. Maju dalam arti jiwa dan fisik. Baldatun thayyibatun wa robbun gofur: negeri makmur yang dinaungi ridha Allah swt.
Ahlan wasahlan, Raja Salman. Semoga Allah swt. meridhai langkah Anda dan kita semua. (mh/foto: okezone)