ChanelMuslim.com- Pernahkah kita merasa tersesat dan bingung atas masalah-masalah keuangan yang ada dan merasa selalu kurang? Kita memiliki penghasilan besar, namun utang juga besar? Penghasilan besar namun tidak memiliki aset? Jika salah satu jawaban pertanyaan itu iya, berarti kita belum merencanakan keuangan keluarga secara efektif.
Lantip Susilowati, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN SATU Tulungagung dalam Zoominar yang diselenggarakan oleh Salimah Tulungagung pada Sabtu (27/11) malam membagikan langkah-langkah efektif merencanakan keuangan untuk mewujudkan tujuan-tujuan keuangan keluarga.
Langkah pertama adalah menetapkan tujuan. “Diskusikan dengan pasangan dan libatkan anak-anak jika memungkinkan sebagai bagian dari upaya edukasi finansial. Curahkan seluruh keinginan semua anggota keluarga dan bayangkan masa depan seperti apa yang ingin dicapai bersama. Kemudian catat di buku atau tulis di kertas dan ditempelkan di kamar,” kata ibu tiga putra ini.
Langkah kedua adalah memulai dari hal mendasar, yaitu menyusun anggaran. Untuk menyusun anggaran, kita perlu mengetahui kondisi kekayaan saat ini. “Kekayaan bersih adalah sumber daya keuangan secara keseluruhan, yaitu dengan menghitung nilai semua aset yang dimiki dan kemudian dikurangi dengan seluruh utang, apakah minus atau surplus.”
Lantip menjelaskan, ada lima hal mendasar yang harus diketahui untuk menentukan bagaimana cara mengelola keuangan kita. Lima hal itu adalah aset atau harta, liabilitas/kewajiban atau utang, penghasilan, pengeluaran dan proteksi. Pahami perbedaan antara aset dan liabilitas. Aset adalah suatu benda atau barang yang memiliki kemampuan menambah penghasilan untuk kita. Sedangkan liabilitas adalah sesuatu yang malah menjadikan kita mengeluarkan uang untuknya.
“Contohnya mobil. Ketika mobil direntalkan atau dipakai ngojek dan menghasilkan uang, maka mobil sebagai aset. Namun ketika mobil hanya dipakai pribadi dan tidak menghasilkan uang, maka itu masuk liabilitas. Pertanyaannya kemudian, apakah sebuah liabilitas bisa menjadi aset? Jawabannya tentu saja bisa. Misalnya dengan mobil tadi kemudian disewakan. Karena itu, mari analisis benda-benda yang kita miliki, apakah itu aset atau liabilitas.”
Langkah ketiga adalah menetapkan prioritas. Setiap orang memiliki prioritas berbeda-beda. Tetapi secara umum urutannya fleksibel, yaitu biaya konsumsi bulanan, biaya sekolah anak, bayar zakat, infaq, sedekah, bayar utang dan pajak, dan tabungan serta investasi. Jika punya target khusus, maka berikan prioritas khusus juga seperti tabungan haji atau tabungan rumah.
Langkah keempat adalah menganalisis resiko. “Menyiapkan dana darurat sebesar 3-6 kali kebutuhan bulanan atau 9-12 kali untuk berjaga-jaga jika terjadi kejadian genting seperti sakit, kecelakaan, PHK dan resiko lain yang mungkin terjadi. Dalam menyiapkannya, bisa dilakukan bertahap namun dengan komitmen tinggi,” terang perempuan yang meraih gelar doktoralnya dalam bidang Studi Keuangan Islam ini.
Lantip menambahkan, kita juga perlu mengalokasikan dana zakat, infaq dan sedekah 10 persen penghasilan. Perlu juga mengalokasikan tabungan dan investasi 20 persen dari penghasilan serta alokasi utang dan pajak tidak boleh lebih dari 30 persen penghasilan. Sementara biaya konsumsi atau biaya rutin sekitar 40 persen penghasilan.
Lantip mengatakan bahwa alokasi pengeluaran tersebut sesuai prosentase yang direkomendasikan pakar keuangan. Dia menggarisbawahi jika prosentase ini fleksibel dan bukan harga mati, namun cukup aman dalam perencanaan keuangan keluarga.
“Misalkan jika jumlah utang masih di bawah 30 persen penghasilan maka keuangan keluarga masih terkendali. Tetapi kalau jumlah utang sudah di atas 40 persen, maka sudah sangat riskan. Jika seseorang sudah pada posisi ini, jangan ceroboh dan jangan abai kalau ingin keuangan keluarga dalam kondisi aman. Jika hutang 0 – 30 persen, maka bisa dilakukan ke item lain yang membutuhkan perhatian lebih seperti kebutuhan rutin, biaya sekolah anak, atau untuk investasi,” terangnya.
Langkah kelima adalah mengevaluasi. Lantip menjelaskan bahwa kesalahan terbesar dalam perencanaan keuangan adalah tidak adanya evaluasi. Biasanya ini terjadi karena tidak ada catatan pos-pos pengeluaran. Semakin tidak dievaluasi, semakin berbahaya untuk keuangan keluarga.
Taqwa Finance
Dalam merencanakan keuangan, seyogyanya kita menggunakan prinsip dan paradigma Islam yang kita disebut dengan Taqwa Finance. Taqwa Finance ini adalah perencanaan keuangan berdasarkan ketaqwaan dan mengantarkan seseorang untuk meningkatkan ketaqwaan.
“Seringkali kita sibuk menyiapkan kebutuhan hidup, namun lupa dengan kebutuhan saat kita mati. Padahal kebutuhan hidup bisa dibantu orang lain, sedangkan kebutuhan saat kita mati tidak ada yang bisa membantu kecuali diri sendiri. Karenanya, harus ada alokasi untuk simpanan berupa ibadah harta berupa zakat, infaq, sedekah, wakaf dan lainnya.”
Lantip menambahkan, aset dan liabilitas bisa juga disandingkan dengan investasi akhirat. Misalnya mobil yang kita punya itu aktif digunakan untuk membantu orang lain.
Perempuan 44 tahun ini menguraikan, dengan bervisi akhirat, seseorang akan bersemangat untuk bekerja dan mencari harta. Baginya, harta menjadi sarana yang harus dimiliki dalam mempermudah proses ibadah yang dilakukannya di dunia ini. [Mh/Fat]