JANGAN mudah marah. Teruslah belajar untuk memaafkan dan melupakan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Berilah aku wasiat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan engkau marah.”
Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, tapi Nabi (selalu) menjawab, “Jangan engkau marah.” (HR. Bukhari)
**
Marah merupakan reaksi karena tidak suka terhadap sesuatu. Karena ada peluang dan kemampuan, makai a marah.
Yang umum terjadi, marah dilakukan oleh yang ‘kuat’ terhadap yang ‘lemah’. Atasan terhadap bawahannya. Orang tua terhadap anak. Kakak terhadap adik. Dan seterusnya. Dan jarang terjadi sebaliknya.
Marah biasanya irasional. Tidak memikirkan dampak yang mungkin terjadi. Yang penting, ada kepuasan batin dan emosi terlampiaskan.
Tak terpikirkan apakah pihak lain sakit hati, apakah pihak lain paham kenapa ia dimarahi, dan apakah justru marah bisa menutup pemahaman orang yang dimarahi. Sehingga marah akan berulang dan berulang.
Bahkan, dalam pelampiasan yang berlebihan, marah bisa berdampak kerusakan. Dan ketika marah mereda, akan muncul penyesalan.
Sebelum segalanya terlambat, sebelum marah menjadi karakter yang melekat; belajarlah untuk menahan marah. Masih banyak cara lain untuk menyelesaikan masalah, selain dengan cara marah.
Sehatkan fisik dan jiwa kita dengan tidak mudah marah. Tarik nafas yang dalam, dan sebutlah asma Allah ketika setan memprovokasi kita. Wudulah dan shalatlah supaya hati kembali sejuk. [Mh]