SAKIT itu reaksi alami ketika seseorang terluka. Tapi, jangan terjebak rasa sakit ketika kita terjatuh.
Di Yogyakarta ada seorang tokoh. Jasa tokoh ini terus mengalir hingga saat ini meski beliau sudah tak lagi bersama yang hidup. Beliau wafat sejak Februari 1996 lalu.
Namanya KH As’ad Humam. Beliau sebenarnya santri dan kader Muhammadiyah pada umumnya. Tidak ada gelar atau jabatan yang beliau sandang.
Ayahnya bukan juga seorang ulama atau pejabat tinggi. Hanya seorang pedagang biasa di Pasar Beringhardjo Yogyakarkarta. Nama Humam adalah nama sang ayah.
As’ad muda sebenarnya sangat pintar. Bahkan bisa dibilang jenius. Tapi sebuah penyakit menjadikannya tak mampu meraih gelar pendidikan yang lebih tinggi.
Di saat muda, KH As’ad terkena penyakit pengapuran dini. Dan hal itu sangat berpengaruh pada proses pendidikannya.
KH As’ad sempat nyantri di pesantren Krapyak. Tapi karena kendala penyakit itu, ia tak lagi bisa meneruskan rasa dahaga keilmuannya.
Setelah sembuh, ia memilih berprofesi sebagai pedagang, meneruskan karir sang ayah sebagai penjual perhiasan imitasi di Pasar Beringhardjo itu.
Tapi takdir akhirnya menentukan lain. Justru di pasar itulah, KH As’ad bertemu dengan seorang ulama bernama KH Dahlan Salim Zarkasy. Beliau merupakan pendidik ilmu Al-Qur’an dengan metode Qiroati yang ditemukannya.
Dari pertemuan itulah, KH As’ad muda dan KH Dahlan menjalin kerja sama untuk menerapkan metode itu ke para santri.
Namun, ada beberapa temuan di lapangan yang dikumpulkan KH As’ad saat menerapkan metode itu ke para santri. Karena menjadi konsep yang berbeda, KH As’ad memutuskan untuk mengembangkan sendiri temuannya itu.
Beliau pun mengajak kerja sama Tim Tadarus Angkatan Muda Muhammadiyah untuk menerapkan temuan kembangannya itu.
Hasil kembangannya itu akhirnya dimantapkan sebagai Metode Iqro. Konsep ini dibuat dalam enam jilid dan disajikan dalam buku panduan praktis seukuran saku.
Metode Iqro olahan KH As’ad Humam akhirnya menjadi rujukan di TPA-TPA di seluruh Indonesia. Bahkan di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Diperkirakan lebih dari tujuh juta orang terbantukan bisa membaca Al-Qur’an melalui Metode Iqro ini. Dan angka itu akan terus bertambah dan bertambah. Maasya Allah!
**
Ada dua hikmah yang bisa dipetik dari KH As’ad Humam. Beliau tak surut dan hilang semangat meski ‘jatuh’ melalui sakit yang menghambat gerak fisiknya. Semangat dakwahnya tetap membara.
Kedua, beliau tak pernah memikirkan tentang royalti atau semacamnya. Hasil penjualan buku Iqro di masanya dikembalikan lagi untuk perluasan penyebaran metode itu ke orang banyak.
Jangan bayangkan keuntungan materinya. Cobalah lihat seberapa besar kontribusi KH As’ad Humam ‘mengantarkan’ generasi muda Islam sehingga bisa membaca Al-Qur’an.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam, ia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun…” (HR. Muslim) [Mh]