NIKAH bukan sekadar soal cinta dan cinta. Boleh jadi ada sebab lain sehingga cinta tak kunjung nyata.
Semua hal pasti ada sebabnya. Termasuk juga tentang para lajang yang menunda waktu menikah mereka: pria maupun wanita.
Meskipun hal itu tidak diungkapkan secara jelas. Namun, outputnya tetap sama: yaitu mereka menunda untuk menikah.
Inilah di Antara Sebabnya
Satu, Dibayangi Trauma Pernikahan
Ada pengalaman psikologis yang bisa menggoreskan luka yang sulit tersembuhkan. Dan pengalaman itu tentang tidak nyamannya sebuah pernikahan.
Memang, bukan dirinya yang mengalami langsung tentang hubungan suami istri. Tapi, dirinya ikut merasakan getah ketidaknyaman kerenggangan hubungan suami istri.
Ini tentang pengalaman keharmonisan ayah ibu si lajang. Sejak kecil, yang ia tahu tentang pernikahan adalah suasana yang tidak nyaman: pertengkaran, kecurigaan, dan hal lain yang tidak menyenangkan.
Sejak kecil hal itu ia rasakan dari pengalaman buruk hubungan ayah dan ibunya. Sebuah masa pertumbuhan yang tidak menyenangkan.
Pengalaman buruk itu tersajikan secara rutin dan berlangsung dalam waktu tahunan. Hingga, ayah ibunya tak lagi bisa mempertahankan ikatan pernikahan mereka.
Dari pengalaman buruk itulah ada semacam alarm psikologis yang tumbuh dalam dirinya bahwa kalau mau hidup bahagia, jangan menikah.
Dua, Trauma Pengalaman dengan Calon
Selain trauma karena pengalaman buruk masa kecil bersama ayah ibu yang tidak harmonis, ada juga trauma ketika sudah besar. Yaitu, pengalaman pahit dari seseorang yang pernah di’target’.
Misalnya, ia sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk melamar seorang gadis. Tapi di luar dugaan hal itu menemui kegagalan. Sebabnya bisa dua: karena ditolak, atau keduluan pelamar lain.
Itu untuk lajang yang pria. Karena tidak tertutup kemungkinan lajang wanita pun bisa mengalami hal ini. Ia mengharapkan si dia datang melamar. Tapi yang dilamar malah ke gadis yang lain.
Sakitnya tuh di sini: di hati ini. Lukanya memang tidak kelihatan. Tapi traumanya bisa sangat lama.
Tiga, Tidak Percaya Diri
Menikah itu seperti jual beli. Ada barang yang dicermati calon pembeli, dan ada uang yang disetarakan dengan nilai barang. Bayangkan jika seorang pedagang tak yakin produknya bagus. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan transaksi jual beli.
Jadi, ada semacam keraguan, kekhawatiran, dan sejenisnya bahwa ia memang layak menjadi suami atau istri seseorang. Mungkin karena alasan fisik, ekonomi, intelektual, agama, dan lainnya.
Jika ketidakpercayaan diri ini dianggap tidak begitu perlu untuk diselesaikan, maka langkah untuk menikah selamanya akan menjadi jalan gelap yang sulit untuk dilalui.
Empat, Merasa Belum Siap
Sebab ini muncul karena adanya kelainan perkembangan psikologis. Yaitu, apa yang disebut immaturity, atau tidak tumbuhnya kedewasaan.
Meski usianya sudah tergolong dewasa, tapi mindset atau alam pikirannya masih seperti dunia anak-anak yang ingin bebas dan asyik dengan hobi-hobi.
Tapi tidak berarti bahwa hobi-hobi ini menghalangi kedewasaan seseorang. Karena banyak orang yang memiliki banyak hobi tetap merasa sudah waktunya ia dianggap dewasa dan menikah.
Boleh jadi karena pola asuh masa kecil yang salah. Atau ada sebab lain yang mengekang tumbuhnya kedewasaan seseorang. [Mh]