BIRRUL Walidain atau berbuat baik kepada orang tua dilakukan sepanjang masa. Dan manjakanlah mereka di saat masa tuanya.
Tak ada manusia yang lebih patut dibalas jasanya melebihi orang tua. Ayah dan ibu kita. Dari merekalah kita terlahir, tumbuh, besar, dan menjadi mandiri.
Mungkin kita terbiasa berbuat baik kepada mereka di saat kita sebagai anak-anak: bicara sopan, hormat, mencium tangan saat berpisah, dan menyimak apa yang mereka ucapkan.
Namun, begitu pulakah di saat kita sudah tidak lagi sebagai anak-anak. Bahkan sudah memiliki anak-anak.
Ada keadaan di mana orang tua yang sudah sepuh itu kini seperti anak-anak kita. Mereka begitu lemah, sakit-sakitan, kadang susah dilayani, dan sebagiannya lagi menjadi sosok tua yang sangat emosional.
Kita pun tiba-tiba seperti orang tua mereka: membimbing mereka, meluruskan pemahaman mereka yang kadang keliru, meredam emosi mereka, dan seterusnya.
Menariknya, mengurus orang tua di saat masa tuanya kadang lebih berat dari mengurus anak-anak sendiri. Meskipun orang tua yang diurus hanya seorang saja.
Hal ini karena kita mungkin saja memarahi bahkan menghukum anak-anak kita jika mereka berperilaku tidak seperti yang diarahkan. Hal yang tidak sepatutnya diperlakukan jika terhadap orang tua.
Di sinilah ujian besarnya. Seolah ada raja atau ratu agung yang kini berada di bawah kekuasaan kita.
Ada juga pemandangan lain dari seorang ibu lanjut usia yang semangat ‘beres-beres’nya masih prima. Ketika ibu kandung kita itu tinggal di rumah kita, ia seolah memerankan dirinya sebagai ‘pembantu’.
Hal ini karena ibu tercinta itu merasa ingin meringankan beban anaknya. Sementara, ia sendiri merasa masih sangat bertenaga untuk dunia dapur dan urusan ‘beres-beres’ rumah.
Sedikit saja kita tergelincir, kita akan berada di posisi hina di sisi Allah karena menganggap ibu mulia sebagai sosok pembantu. Tanpa gaji pula.
Kalau sang ibu masih sangat bertenaga, posisikan ia di tempat terhormat di rumah kita. Seperti sebagai penasihat, memiliki privacy, dan ikut mengawasi tumbuh kembang cucu-cucunya.
Biarlah pekerjaan kasar yang butuh keringat dilakukan orang lain. Jangan dilakukan ibu kita. Kalau pun ia memaksa, posisinya hanya sebagai penasihat. Meski di bawah kendali kita, tetap posisikan ia sebagai ibu.
Begitu pun dengan ayah yang sudah lanjut usia. Kalau dulu ia sebagai ‘raja’, tetap jadikan ia sebagai raja. Berikan pelayanan terbaik untuk mereka.
Inilah momen birrul walidain yang sangat luar biasa. Kalau ayah ibu masih gagah, masih berwibawa, masih menopang ekonomi kita, sangat wajar kita berbuat baik kepada mereka.
Namun, di kala mereka lemah, rapuh, inilah ujian terbesarnya. Karena itu bersabarlah, karena suatu saat, kita pun akan berada di posisi yang sama dengan mereka. [Mh]