JANGAN remehkan pahala kebaikan yang terlihat biasa. Kadang yang terlihat kecil bernilai besar di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Ada seorang tabi’in bernama Fudhail bin Iyadh. Ia begitu bersemangat mencari ‘celah’ pahala di setiap musim haji. Ia siapkan air minum untuk dibagikan ke jamaah haji yang ia temui.
Cara itu terkesan sederhana. Hanya sekadar menghadiahi air minum yang tidak perlu membeli. Tapi, hal yang terkesan kecil itu justru sangat dibutuhkan oleh mereka yang kehausan.
Ada lagi sepenggal kesibukan sahabat Nabi bernama Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Ia tergolong sahabat Nabi yang usianya panjang.
Di usianya yang tergolong lansia, ia masih semangat mencangkul tanah untuk ditanami kurma.
Ada seorang yang berkomentar ringan, “Kek, buat apa nanam pohon? Kalaupun berbuah, kakek tak akan kesampaian menikmati buahnya karena usia.”
Sahabat mulia itu menjawab, “Inilah sedekahku untuk generasi yang akan datang.”
Menanam pohon itu amalan biasa. Siapa pun bisa melakukannya. Tapi jika diniatkan sebagai sedekah untuk generasi yang akan datang, maka nilainya begitu tinggi.
Bayangkan, di saat sang kakek sudah meninggal dunia, ia tetap menikmati ‘share’ pahala dari setiap buah yang orang makan.
Kadang, kita membayangkan amalan bernilai pahala yang terus-menerus bermodal besar. Seperti membangun masjid, pesantren, sekolah Islam, rumah sakit Islam, dan lainnya.
Itu memang ideal. Tapi, rasanya tidak adil jika orang yang tak memiliki modal besar tidak kebagian ‘share’ pahala untuk ‘masa depannya’.
Banyak amalan sederhana yang pahalanya bisa bernilai sedekah jariyah atau yang pahalanya berkelanjutan meskipun pelakunya sudah meninggal dunia.
Seperti, mengajarkan Surah Al-Fatihah kepada anak-anak. Kalau setiap anak yang diajarkan itu kelak mengamalkannya untuk shalat. Maka, setiap kali sang anak shalat, pahala orang yang mengajarkannya akan terus mengalir. Meskipun, ia sudah tiada.
Begitu pun dengan menyumbangkan semen, atau bahan bangunan lain untuk pembangunan masjid. Nilai modalnya sangat terjangkau. Tapi pahalanya akan terus berkelanjutan.
Hal sederhana lain misalnya dengan menerangkan cahaya lampu di jalan depan rumah. Setiap orang lewat yang mengambil manfaat dari terangnya lampu, maka ‘share’ pahala juga akan berkelanjutan.
Ada hal yang lebih sederhana lagi. Yaitu, sekadar tersenyum kepada saudara-saudara seiman saat berjumpa. Setiap dari mereka yang mendapat dan menyimpan kesan yang menyenangkan dari kita, setiap itu pula ada ‘share’ pahala untuk kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan remehkan kebaikan sedikit pun, meski hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah tersenyum (menyenangkan)…” (HR. Abu Daud dan Tirmidi) [Mh]