KETIKA cinta bertepuk sebelah tangan. Cinta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih terkesan kepada rasa suka antara pria dan wanita.
KBBI juga memberikan definisi cinta bukan hanya rasa suka antara pria dan wanita, tapi juga cinta kepada sesama, alam, dan negeri.
Makna cinta dalam Islam sendiri sangatlah suci. Cinta haruslah didasari oleh kasih sayang dan dibuktikan dengan perbuatan.
Dan apa-apa yang kita cintai di bumi ini haruslah karena Allah Ta’ala. Sangat tidak baik, bahkan berbahaya jika mencintai hanya karena hawa nafsu.
Cinta adalah ungkapan yang muncul dari setiap orang ketika mengagumi sesuatu.
Seperti cinta kepada Rasul, cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan cinta pada lawan jenis. Masalah cinta dalam Islam adalah fitrah semua makhluk hidup.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dikutip dari ceramah Ustadz Oemar Mita, menceritakan kisah cinta Mughits dan Barirah. Mughits dan Barirah awalnya sama-sama seorang budak.
Dalam Islam, budak tidak setara dengan seorang budak yang telah merdeka. Jadi apabila yang satu sudah dimerdekakan, maka dibolehkan untuk melepaskan pernikahan.
Dalam sebuah riwayat, Barirah dibebaskan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Maka setelah dibebaskan, Barirah tidak mau melanjutkan pernikahannya dengan Mughits.
Yang dilakukan Mughits setelah cintanya bertepuk sebelah tangan adalah terus membuntuti Barirah di jalan-jalan Kota Madinah, sambil menangis mengharap belas kasihan dari Barirah.
Kemudian diterangkan juga dalam sebuah hadits, air mata Mughits sampai membasahi jenggotnya.
Hal tersebut menggambarkan betapa besarnya cinta Mughits kepada Barirah.
Baca juga: Ikhlas Itu Tidak Mudah
Ketika Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
Akhirnya Rasul memanggil Mughits dan menawarkan untuk membantunya menyampaikan apa yang dirasakan oleh Mughits kepada Barirah.
Tentu Mughits sangat menerima tawaran tersebut. Kemudian Rasul memanggil Barirah dan bertanya, “Wahai Barirah, maukah engkau kembali berkumpul bersama Mughits?”
Barirah menjawab, “Apakah kamu memerintah saya Rasulullah?”
Jawaban Barirah sangat menggambarkan seorang wanita yang beriman.
Maksud jawaban itu, apabila memang hal tersebut merupakan perintah dari Rasul, maka Barirah siap kembali kepada Mughits.
Namun jika bukan perintah dari Rasul, maka keputusan Barirah tetap sama, yaitu tidak melanjutkan pernikahan tersebut.
Karena Rasul hanya membantu Mughits untuk mengutarakan isi hatinya (bukan sebuah perintah), maka Barirah tetap dalam pendiriannya.
Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa sesungguhnya cinta itu hanya milik Allah. Allah yang dapat membolak-balikkan hati manusia.
Sebesar apapun manusia berusaha, jika memang tetap tidak ditakdirkan untuknya, maka tidak akan menjadi miliknya.
Cinta tidak harus dimiliki. Terkadang rasa cinta tidak harus berujung dengan sebuah pernikahan.
Sebuah asmara, Allah tumbuhkan dalam hati akan menjadi sebuah kebaikan. Namun Asmara akan berubah menjadi bisikan setan jika jatuh cinta kepada perkara yang haram.
Seorang pria yang mencintai istri orang lain hukumnya haram, terdapat bisikan setan disana.
Hal tersebut merupakan perasaan yang ditumpangi penumpang gelap bernama setan.
Maka pada kondisi tersebut, tidak bisa membedakan mana syahwat yang berbasis dosa, dan mana cinta yang merupakan bagian fitrah dari Allah.
Semoga kita semua dapat menempatkan cinta sesuai pada porsinya dan menjalankan sesuai dengan syariat agama.[Sdz]