HAJI merupakan ibadah yang butuh biaya besar. Bahkan dari biaya ini, haji bisa digolongkan menjadi tiga macam.
Pertama adalah haji reguler.
Haji ini dilaksanakan oleh pemerintah dan dengan ketetapan ongkos yang sudah disepakati bersama DPR.
Meski masih tergolong mahal, tapi masih terjangkau orang Indonesia. Tidak heran jika antrean haji reguler begitu panjang. Saat ini bahkan sudah mencapai tiga puluh tahun tergantung masing-masing daerah.
Calon jamaah mendaftar dengan menyetor uang muka sekitar 26 juta rupiah. Kemudian calon jamaah mendapatkan semacam nomor antrean. Jika tiba waktu keberangkatan, calon jamaah wajib melunasi ongkos kekurangannya.
Kedua, haji khusus.
Haji khusus diselenggarakan oleh swasta. Kuotanya tetap diatur pemerintah. Tapi waktu tunggu keberangkatannya jauh lebih cepat di banding reguler, sekitar 8 hingga 9 tahun.
Ketika mendaftar, calon jamaah wajib melunasi setoran awal ke pihak penyelenggara yang terdaftar dalam PIHK atau penyelenggara ibadah haji khusus. Besaran setorannya biasanya dengan dolar Amerika, sekitar 6 hingga 8 ribu dolar.
Ketika tiba giliran keberangkatan, calon jamaah diwajibkan melunasi total biaya. Besarnya sangat fantastis. Bisa lebih dari dua ratus jutaan rupiah.
Meski mahal, tetap saja, peminatnya terus membludak.
Ketiga, haji furoda
Haji furoda juga resmi. Bedanya dengan haji khusus, haji furoda merupakan kuota khusus yang disediakan pemerintah Saudi melalui kedutaan masing-masing.
Istimewanya, yang mendaftar di haji ini, bisa langsung berangkat tanpa harus menunggu antrean, tergantung ketersediaan jatah yang diberikan pemerintah Saudi.
Jadi, jangan heran jika ada pejabat atau tokoh yang tidak pernah terdengar mendaftar haji, tiba-tiba langsung berangkat.
Berapa biayanya? Wow, sangat istimewa sesuai fasilitasnya. Besarannya bisa mencapai 385 juta rupiah. Bahkan bisa lebih dari itu.
‘Main-main’ Pihak Travel di Haji Furoda
Karena besarnya biaya haji jenis ini, maka aturan ekonomi juga berlaku. Yaitu, ada uang, ada barang. Dan siapa yang bisa memberikan uang lebih besar, maka barangnya pun selalu tersedia.
Tidak heran jika ada ‘main-main’ antara pihak travel dengan oknum di pihak kedutaan. Biasanya kasus yang muncul di masalah tersendatnya visa. Jangan heran jka ada calon jamaah yang sudah siap-siap di bandara tapi batal karena visanya tidak keluar.
Ada lagi ‘main-main’ dengan jenis lain. Yaitu, dengan mengakali jenis visa. Visa yang resmi adalah visa haji. Tapi untuk oknum-oknum tertentu visa bisa diambil dari jenis yang lain, misalnya visa turis atau kerja.
Biasanya, modus jenis ini bandara tibanya tidak di Jeddah. Melainkan di Riyadh. Karena biasanya, ketika musim haji, bandara Jeddah mengkhususkan kunjungan untuk calon jamaah haji, bukan turis atau pekerja.
Tapi dengan kepiawaian pihak travel, calon jamaah bisa masuk ke lokasi-lokasi haji seperti Arafah. Karena calon jamaah tidak terdaftar sebagai visa haji, maka mereka hanya berdiam di bus, sementara bus yang mereka tumpangi sudah mendapat tanda khusus bisa masuk ke Arafah.
Jadi, mereka bisa tetap wukuf di Arafah. Tapi wukufnya bukan di tenda atau di pelataran. Melainkan di dalam bus.
Seperti itulah realitas yang bisa dijumpai dalam penyelenggaraan ibadah haji. Realitas ini boleh dibilang wajar karena prinsip ekonomi tadi: ada uang, ada barang.
Jadi, jika Anda punya uang sekitar hampir 400 juta rupiah, boleh jadi, pihak travel akan mengusahakan keberangkatan Anda, tanpa antrean sama sekali. [Mh]