ChanelMuslim.com – Menurut Euis Sunarti, Inisiator Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia, kejadian pengeroyokan oleh para pelaku tersebut didasari tidak adanya “value”yang menjadi dasar acuan seseorang itu bertindak. Meski seorang anak remaja terlihat besar badannya dan gizi yang didapat sehat dan seimbang, tetapi ketika perkembangan lainnya tidak seimbang akan menimbulkan perilaku yang tidak terduga.
“Kalau dilihat, kenapa seorang anak remaja “baligh” tidak bisa mengembangkan kasih sayang kepada orang lain, berarti aspek kasih sayang tentang etika dan akhlak untuk berempati atau simpati tidak berkembang,” ujar Euis saat dihubungi ChanelMuslim.com, Rabu (10/03).
Menurut professor di bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga ini, ada tiga fungsi keluarga yang harus berjalan secara konsisten terhadap anak-anak. Pertama, fungsi cinta dan kasih sayang.
Ketika seorang anak dibesarkan dengan rasa cinta dan kasih sayang, kemungkinan kasus kekerasan terhadap sesama akan sangat kecil untuk berperilaku jahat. Hal ini disebabkan, anak-anak sudah merasa cukup dari lingkungan terdekatnya akan kasih sayang.
Kedua, fungsi edukasi. Pemberian edukasi dan pengasuhan secara baik menimbulkan efek positif terhadap perkembangan anak. Orang tua perlu mengetahui cara memperlakukan anak dengan benar. Saat seorang ibu atau ayah bisa menjadi contoh baik, sang anak pun bisa memperlakukan orang lain dengan baik. Anak-anak juga mampu berpikir sikap yang boleh dilakukan atau tidak diperbolehkan.
Ketiga, fungsi agama. Fungsi ini menjadi paling krusial. Saat pelaku kekerasan Audrey telah berhijab, tidak menutup kemungkinan perbuatannya belum bisa menampilkan akhlak sesuai nilai agama.
“Semua perbuatan kita ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dimana anak SMA itu juga sudah di tahap umur yang harus menanggung sendiri apa-apa saja yang dilakukan,” ungkapnya.
Bagi Euis, sesuai kaidah agama Islam, umur 7 tahun saja sudah wajib solat serta diajarkan sesuatu yang baik dan buruk. Pelaku “bullying” ini dilakukan oleh remaja SMA yang seharusnya lebih paham benar atau salah dalam beretika.
Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut harus seimbang diberikan kepada anak-anak. Jika tidak seimbang, ada kekurangan dalam simulasi pada unit sosial utama yaitu keluarga.
Peran keluarga ini bisa membangun kualitas seseorang setiap hari, bahkan dibentuk mulai anak-anak lahir hingga remaja.
“Artinya, tugas perkembangannya tidak tercapai, jadi seorang manusia punya tugas perkembangan berupa motorik kasar, motorik halus, intelektual, emosi, spritual dan moral. Nah moral ini tentang baik dan buruknya sesuatu yang asalnya dari nilai agama,” jelasnya.
Oleh sebab itu, perlu adanya pembangunan kualitas seseorang dari hulu yang namanya ketahanan keluarga. Ini menjadi suatu sistem yang paling menentukan bobot anak di masa depan. [firda]