ChanelMuslim.com – Sekitar lima tahun yang lalu, saya berhenti di jalan masuk rumah dan melihat mobil ayah saya. Saya segera tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Dia tidak pernah pulang lebih awal dari jam 5:30 atau 6. Ayah saya pulang jam 1:30 pada hari kerja tidak masuk akal.
Bingung, saya berjalan ke dalam. "Ayah, kenapa kamu pulang sepagi ini?"
"Saya diberhentikan." Suaranya tenang. Responsnya nyaris acuh tak acuh.
Di sisi lain, saya merasa hancur. Saya bergegas memberinya pelukan, ingin memberinya semacam penghiburan dan menyembunyikan air mata yang tidak bisa saya kendalikan.
Ayah saya, seorang insinyur perangkat lunak komputer yang brilian, telah bekerja di perusahaan yang sama sejak sebelum saya lahir. Hampir tiga dekade perjalanan yang sama ke gedung yang sama, bekerja di ruang yang sama, dengan rekan yang sama.
Saya tidak mengerti. Saya tidak berusaha mengorek atau bertanya mengapa, takut saya malah memperburuk keadaan. Yang bisa saya kumpulkan hanyalah, "Apakah Ayah baik-baik saja?"
“Alhamdulillah. Saya tidak harus bekerja selama Ramadhan," jawabnya tenang.
Sementara saya berantakan, mengkhawatirkan harga dirinya, perasaannya, reaksi ibu saya, tetapi reaksinya sama sekali berbeda dari pikiranku. Saat itu adalah Ramadhan ayahku yang ketiga dan yang kelima untukku
Saya kagum pada penerimaannya terhadap situasi. Dia tidak marah, dia tidak marah. Dia memilih untuk percaya bahwa Allah adalah yang terbaik dari para perencana. Dia memilih untuk melihat keberkahan di balik kisah PHKnya..
Ramadhan pada waktu itu, aku dan ayahku menempuh perjalanan tiga puluh menit ke dan dari masjid setiap malam untuk sholat isya dan tarawih, pulang ke rumah setelah jam 1 pagi. Ini tidak akan mungkin terjadi pada saat ayahku masih bekerja karena dia tidak lagi harus bekerja selama Ramadhan, dia juga memiliki kesempatan untuk melakukan itikaaf di masjid kami, tujuan lain dalam daftar keinginannya yang menurutnya hanya bisa dilakukan saat dirinya pensiun.
Selama 10 hari dan malam itu, ibuku dan aku akan memasak dan membawa makanan berbuka puasa kami ke masjid. Kami duduk di lantai bawah dan membuka puasa bersama sebagai sebuah keluarga, bersama dengan orang-orang lain yang tinggal di masjid. Ada banyak malam saya menginap di lantai atas di area wanita setelah tarawih. Kemudian setelah tahujjud, kami akan bertemu di lantai bawah dan menemani satu sama lain saat kami makan sahur.
Saya ingat ayah saya sangat bahagia pada bulan itu. Saya ingat terus terinspirasi oleh kepercayaannya kepada Allah. Saya ingat menghabiskan lebih banyak waktu berkualitas dengannya di bulan itu daripada di bulan lain.
Pada hari lebaran kami merayakannya. Seperti tradisi kami, kami sholat Idul Fitri dan kemudian menikmati sarapan bersama banyak teman dekat kami. Tak lama setelah sarapan, ayah saya melakukan wawancara kerja dan kemudian mendapat pekerjaan.
Alhamdulillah atas banyak berkah bulan yang sangat istimewa ini. Semoga Allah swt terus meningkatkan hidup orang tua saya dalam keberkahan, kesehatan, rezeki, iman, dan memberi mereka yang terbaik dalam hidup ini dan selanjutnya.
Semoga Anda dan keluarga Anda memiliki sisa Ramadhan yang indah. [My/Ig @Effendy bin Rukimin/kisah seorang keluarga mualaf di Eropa]
