Chanelmuslim.com – Dia solihah akhi, pengajiannya dimana-mana, semua ibu-ibu majelis taklim mengaguminya dan berharap pengajian berikutnya diisi olehnya. Bahkan saya dengar ibu-ibu pengajian di desa Bantul tidak mau bila di asuh oleh akhwat penggantinya. Maka dengan senang hati beliau mengajar mengaji lagi bagi para ibu-ibu di desa Bantul itu sebulan sekali walaupun jauhnya perjalanan yang memakan waktu sampai dua hari bolak balik, subhanallah, perjuangannya sungguh luar biasa.
“Selain itu, bicaranya juga lembut deh Pram,” ibu menambahkan, “cocok untuk kamu yang temperamental.” “Kalau calon istrimu seperti si Isye atau Warni yang genit itu, yang kau bawa dari kantormu, pusing ibu melihatnya ketawa terbahak-bahak, gak lucu saja ketawanya ektra begitu, gimana yang lucu, pecah barangkali kaca-kaca jendela rumah kita,” tambah ibu.
“Hush, ibu jangan terlalu begitu dengan kawan-kawanku, mereka itu cerdas-cerdas dan tahu bagaimana bersikap, cantik lagi.. kalau yang ini kan perlahan Pram memandang dan memegang foto Samiya, hmm biasa saja ya bu, sederhana.” Dalam hati Pram mengeluh, Yaa Allah, kenapa calon istriku tidak cantik, namun Pram melihat ibu sudah sangat senang sekali dan sayang sekali dengan Samiya. Dan saat ini adalah saat yang paling tepat bagi Pram untuk membahagiakan ibunya setelah bertahun-tahun Pram merasa gagal di tempat kuliah dan kerja. Ibu tidak pernah marah melihat Pram pulang hanya dengan gaji yang kecil. Ibu juga tidak pernah mengungkit Pram untuk kerja dan pindah kerja untuk mengejar gaji besar dan jabatan tinggi mengingat Pram juga tidak menyelesaikan kuliahnya di Melbourne, setelah berjuta-juta rupiah ibu keluarkan. Wah Pram merasa inilah saatnya menyenangkan hati ibu, memberikan mantu yang ibu senang kepadanya, biarlah aku menderita, aku tidak cinta, yang penting ibu bahagia. “Kalau dilihat nanti lama-lama juga cantik, lama-lama juga cinta. Kan tiap hari bersama-sama, susah senang sama-sama,” demikian hibur Pram pada dirinya…
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Sempat setelah akad, Pram membatin, “tamu yang datang kawan-kawan istriku banyak yang cantik, namun yang jadi istriku kurang cantik, terlalu biasa dan sederhana, mungkin nanti akan ku suruh dia ke salon menata rambutnya dan juga ber-make up sedikit agar lebih cantik dan segar, indah dipandang mata,” pemikiran ini membuat Pram kembali cerah menjumpai tamu dengan keihlasan. Walaupun sedikit ketimpangan yang terlihat, dimana Pram terlihat gagah, cerdas, tampan dan menawan dengan senyum manisnya yang mempengaruhi wajahnya serta bisikan dari para tamu wanita, “wahhh istrinya beruntung sekali yaaa, suaminya Nampak begitu dewasa, tampan dan mencintai, sementara istrinya diam dan sederhana.”
Beberapa tahun berlalu, Pram sedikit demi sedikit mulai merasakan ketenangan dalam rumah tangganya. Walaupun istriya menolak ke salon, tidak setuju memakai make up dan menampik mengganti model rambut, namun Pram mengambil kesimpulan yang sangat menenangkan dirinya, “memang istriku tidak cantik, namun aku tenang meninggalkannya karena dia tidak disapa lelaki lain seperti perempuan-perempuan di kantorku yang tergelak-gelak dengan lelaki lain yang bukan muhrim, makan siang bersama dengan pria dari mana-mana serta menjadi bahan tertawa dan bayangan imaginasi dari kaum lelaki.”
“Alhamdulillah istriku tidak menjadi pengganggu dan diganggu sehingga rumahtanggaku tenang-tenang saja, karena istriku tidak cantik, namun kelebihannya membuat hidupku terasa cantik.” Pram pun tersenyum sambil memandang foto dirinya, istri dan kedua anak mereka. Anak yang lelaki mewarisi wajah ibunya, yang perempuan mewarisi garis wajah dirinya. Alhamdulillah syukur itu lebih nikmat dari secangkir kopi susu.
Sebagaimana Quran Surat Ar Rahman :
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. 55: 60-61)